Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Khoeri

Freelancer

Bank Sentral Dunia Bersikap Agresif untuk Kendalikan Inflasi

Diperbarui: 14 Desember 2023   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: Gramedia

Jakarta, 14 Desember 2023 - Bank sentral di berbagai negara telah bersikap agresif untuk mengendalikan inflasi yang telah mencapai level tertinggi dalam beberapa dekade terakhir. Inflasi yang tinggi disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perang Rusia-Ukraina, gangguan rantai pasokan, dan kenaikan harga energi.

Bank sentral di Amerika Serikat (AS) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun 2022, dengan total kenaikan sebesar 1,50%. Bank sentral AS diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuannya pada bulan Juli mendatang.

Bank sentral Inggris juga telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak lima kali pada tahun 2022, dengan total kenaikan sebesar 1,25%. Bank sentral Inggris diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuannya pada bulan Agustus mendatang.

Bank sentral Eropa (ECB) juga telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25% pada pertemuannya pada bulan Juli 2022. Ini merupakan kenaikan suku bunga pertama oleh ECB dalam 11 tahun terakhir. ECB diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuannya pada bulan September mendatang.

Bank sentral Jepang (BoJ) adalah satu-satunya bank sentral utama yang belum menaikkan suku bunga acuan. BoJ tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level -0,25%.

Kebijakan agresif bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya resesi ekonomi global. Kenaikan suku bunga acuan akan membuat biaya pinjaman menjadi lebih mahal, sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Namun, bank sentral menilai bahwa kebijakan agresif tersebut diperlukan untuk mengendalikan inflasi yang telah mencapai level yang tidak sehat. Inflasi yang tinggi dapat berdampak negatif pada perekonomian, termasuk penurunan daya beli masyarakat dan daya saing produk ekspor.

Oleh : Muhamad Khoeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline