(27/03/2022)- Indonesia dikenal sebagai negara yang adat istiadat, kebudayaan dan lain sebagainya. Keragaman budaya, wilayah dan sejenisnya merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang tidak diberikan kepada negara manapun selain di Kepulauan Nusantara.
Adanya Animisme dan Dinamisme yang sudah mendarah daging sebelum hadirnya agama-agama ke tanah air merupakan tradisi yang harus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah oleh zaman.
Salah satunya adalah tradisi mengatur cuaca yang dilakukan oleh seorang Pawang Hujan, bernama Rara Istiati Wulandari.
Agaknya kurang elok menyebut profesi ini sebagai sesuatu yang buruk dan ketinggalan zaman karena dalam penyebaran Islam di Jawa para ulama juga sering menggunakan hal-hal sebelum datangnya Islam ke bumi Nusantara.
Profesi Pawang Hujan, sebenarnya sudah ada dan hadir sejak lama bukan hanya di satu suku semata namun juga suku lain yang berada dalam kegiatan yang mengatur hujan secara tradisional dan kegiatan seperti ini masih banyak digunakan oleh sebagian masyarakat terutama jika menggelar acara besar seperti pernikahan, dan acara berskala besar agar hujan tidak turun ditempat acara dilaksanakan.
Meskipun sudah lama ada perlahan namun pasti, banyak dari kalangan anak muda yang tidak mengenal tradisi ini. Pawang Hujan dianggap sakti sekaligus dapat mengatur hujan dalam artian mengatur disini bukan melawan hujan yang termasuk rezeki dari Allah SWT melainkan hanya sebatas ritual tradisi yang dijaga secara turun-temurun.
Rasanya miris ketika banyak netizen dari Indonesia, yang berkomentar miring berkenaan mengenai Pawag Hujan, yang hadir dalam ajang MotoGP Mandalika pada hari Minggu (20/03/2022).
Kurang bijak jika menyebut hal tersebut sebagai sesuatu yang bisa menyebabkan rusaknya aqidah, agama dan lain sebagainya. Saya rasa untuk melakukan ritual tersebut sebaiknya dijadikan sebagai tradisi dan jangan beranggapan hal tersebut sepenuhnya dijadikan sebagai sesuatu yang melanggar agama.