Lihat ke Halaman Asli

"Good Company Bad Stock", Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN)

Diperbarui: 20 Desember 2017   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: RTI Business

Bank Tabungan Pensiunan Nasional atau lebih akrab disebut dengan BTPN merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perbankan. BTPN berdiri sejak tahun 1958 dan BTPN berkantor pusat di Jakarta (sebelumnya di Bandung). BTPN saat ini berstatus sebagai bank devisa. 

Saham dari BTPN kemudian diindikasikan sebagai "Good Company Bad Stock" atau perusahaan yang memiliki kinerja baik tetapi sahamnya di pasar modal kurang diapresiasi oleh para investor. Indikasi tersebut kemudian dianalisis menggunakan Top Down Approach.

Top Down Approach

            Pencarian emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tergolong sebagai good company bad stock dilakukan dengan menggunakan top down approach. Top down approachmerupakan analisis yang dimulai dari gambaran secara garis besar (the big picture). Dengan top down approach, analisis dimulai dari makro ekonomi dan kemudian berdasarkan analisisnya tersebut memperkirakan sektor atau industri mana saja yang akan menghasilkan imbal hasil (return) terbaik dalam kondisi makro ekonomi tersebut. Oleh sebab itu, pencarian emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tergolong sebagai good company bad stockdimulai dari analisis makro ekonomi.

Analisis Makro Ekonomi

            Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2017 sebesar 5,06 persen. Capaian tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2016 sebesar 5,02 persen. Adapun secara akumulatif, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hingga III tahun 2017 sama dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hingga III tahun 2016, yakni 5,03 persen. Sementara itu, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Kontan (ADHK) pada kuartal III tahun 2017 mencapai Rp2.551,5 triliun dan PDB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) pada kuartal III tahun 2017 mencapai Rp3.502 triliun. 

Menurut Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia adanya pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2017 menjadikan pertumbuhan investasi di Indonesia tumbuh sebesar 7,11 persen di kuartal III tahun 2017. Pertumbuhan investasi tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan diri para investor di Indonesia masih tinggi, khususnya para investor di pasar modal atau terkait dengan Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI).

            Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa peran sektor jasa keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada tahun 2014 peran sektor jasa keuangan sebesar 3,86% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan pada tahun 2015 peran sektor jasa keuangan sebesar 4,03% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

 Lalu, pada tahun 2016 peran sektor jasa keuangan meningkat menjadi sebesar 4,20% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor jasa keuangan memiliki peran yang cukup strategis dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Lembaga yang termasuk ke dalam sektor jasa keuangan adalah lembaga perbankan, lembaga perasuransian, lembaga dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga sektor jasa keuangan lainnya.

Analisis Industri

            Dari sembilan sektor di pasar modal, kinerja sektor jasa keuangan masih menjadi juara sepanjang tahun berjalan (Year to Date- YTD). Berdasarkan data yang dihimpun dari investing.com, pada Selasa (19/12/2017) indeks sektor jasa keuangan tumbuh sebesar 39,92% atau berada pada level 1.087,36, jika dibandingkan dengan awal tahun (3/12/2017) indeks sektor jasa keuangan berada pada level 809,76. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline