Lihat ke Halaman Asli

Nilai Moral dalam Naskah Drama "Sobrat" Karya Arthur S. Nalan

Diperbarui: 23 Desember 2022   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sastra mengalir dari kenyataan hidup di dalam masyarakat. Sebuah karya sastra ditulis oleh pengarang bertujuan untuk menawarkan model kehidupan yang ideal, bahkan lebih dari itu karya sastra membawa pandangan, filosofis, serta ajaran hidup yang diyakini pengarangnya. Jadi, apapun bentuk karya sastra, tidak akan pernah terlepas dari manusia dan kehidupannya. Salah satu bentuk karya sastra adalah naskah drama. Di dalam naskah drama terkandung pandangan hidup pengarang, ajaran-ajaran dan pesan moral.

Sebagai karya sastra, naskah drama menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Kendati isinya berupa fiksi atau karangan, nilai moral akan terbawa lewat proses penciptaan sebuah karya sastra. Salah satu kelebihan karya sastra dibanding dengan karya tulis atau lisan lainnya. Karya sastra akan selalu dominan memuat human interest dengan penggunaan media bahasa seoptimal mungkin. Mempelagari sastra tidak hanya untuk hiburan semata, namun sebagai proses pencarian jalan kebenaran.

Di dalam naskah drama ini, Sobrat menjadi karakter yang baik dan hormat kepada ibunya, dan menyayangi sesama. Tetapi karakter Sobrat berubah menjadi seorang yang jahat dan tidak lagi menghormati ibunya setelah dia tidak bisa mengendalikan keinginan dan hawa nafsunya. Ada beberapa konflik yang menyebabkan karakter Sobrat berubah, keinginan Sobrat untuk menjadi kaya dan membahagiakan kedua orangtuanya adalah suatu hal yang positif dan perbuatan sobrat meninggalkan ibunya tanpa pamit adalah suatu hal yang negatif. Sampai akhirnya Sobrat menyesali perbuatannya karena ibunya meninggal.

Karakter Sobrat pun terlihat ketika dia melawan para mandor, perlawanan yang dilakukan Sobrat dan teman-temannya yang dilakukan untuk mengakhiri kesewenangwenangan para mandor dan itu adalah hal yang positif, sementara sikap para mandor yang keji dan sewenang-wenang adalah sesuatu hal yang negatif. Konflik itu berakhir dengan kemenangan Sobrat yang mengalahkan para mandor. Bisa dilihat bagaimana Seorang Sobrat yang melawan sesuatu yang tidak benar dan mengakhiri sesuatu yang keji dan sewenang-wenang.

Karakter Sobrat dipandang dengan moral agama Islam, yaitu konflik Sobrat dengan moral agama. Perbuatan sobrat berjudi, berzinah, dan meminta kekayaan pada siluman merupakan sesuatu yang salah jika dilihat dari sisi agama dan hukum-hukum agama adalah hukum yang positif. Dan pada akhirnya Sobrat menyadari bahwa yang dia lakukan adalah salah. Konflik itu diakhiri dengan kembalinya Sobrat kepada ajaran agama yang dia yakini meskipun dia buta dan tuli, Sobrat tetap menerima cobaan itu sebagai hukuman karena dia telah membuat kesalahan.

Banyak sekali nilai moral yang bisa kita ambil dalam naskah drama "Sobrat" karya Arthur S. Nalan Akhlak terpuji bisa kita lihat dari naskah drama ini yaitu dengan menauhidkan Allah swt yang berarti mengesakan Tuhan (Tidak ada Dzat yang patut disembah selain Allah swt). Dan Akhlak terpuji yang bisa dilihat dari Tokoh Sobrat adalah bersabar dan bersyukur. Dan juga kita bisa melihat karakter Sobrat dalam naskah drama ini adalah menuruti dan berbakti kepada orang tua. Selalu berbuat baik sesama masyarakat, baik tetangga, teman, maupun orang lain.

Namun disamping itu, ada juga akhlak tercela yang bisa kita lihat di dalam naskah drama "Sobrat" yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya adalah dengan menyekutukan Tuhannya. Menyekutukan Tuhan dalam ajaran islam merupakan akhlak tercela dan tidak diampuni dosa-dosanya. Dan juga tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam Naskah Drama ini yaitu perzinahan dan perjudian. Perzinahan dan perjudian di dalam agama Islam adalah sesuatu yang salah dan merupakan perbuatan tercela, hal itu termasuk perbuatan dosa yang besar. Hubungan manusia dengan manusia lainnya dan perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

"Kuat itu bukan hanya dilihat dari seberapa besar 'beban' yang akan kita pikul, tetapi juga dari seberapa kuat kita menahan ego untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Mungkin kamu kuat untuk melakukan sesuatu, namun menghentak ego mu agar dapat melakukan sesuatu yang sama di waktu yang selanjutnya itu jauh lebih hebat, dibanding kamu hanya melakukannya sekali kemudian berhenti dari melakukannya. Menjaga Konsistensi itu penting. Dan disitulah letak kekuatan yang hakiki". -- M.Ihsan Azhari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline