Lihat ke Halaman Asli

Mengungkap Pandangan Tokoh Pers Terhadap Etika Media Baru: Perspektif dan Tantangan Terkini

Diperbarui: 30 Juni 2023   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta bisnis media memberikan dampak bagi masyarakat, baik menguntungkan maupun merugikan. Tanda-tanda positif termasuk kemudahan yang lebih besar dan akses yang lebih sederhana ke pengetahuan tentang perkembangan perdagangan digital, dan semakin pentingnya demokratisasi. Sebaliknya, efek negatif dari hal ini antara lain kesenjangan digital, berkembangnya berbagai jenis kejahatan dunia maya, kesederhanaan di mana kebohongan dan materi pornografi dapat diproduksi dan disebarluaskan, meningkatnya insiden plagiarisme dan pembajakan, sumber daya benturan nilai dan budaya, dan lainnya.

Ada banyak contoh etiket di media digital di Indonesia, di antaranya menyebut tokoh-tokoh terkenal dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari artis hingga politikus hingga petani hingga presiden. Ada yang asli tapi diolah, ada yang asli, dan ada pula yang palsu dalam penyebaran teks, foto, dan video rekaman yang disediakan oleh tokoh yang membangkitkan persoalan etika tersebut di atas. Sesuai dengan jumlah pembahasan Dewan Pers, jumlah pelanggaran kesopanan yang dilakukan oleh militer Indonesia atau kelompok media sangatlah signifikan. Jumlah orang yang hadir di Dewan Pers pada tahun 2017 melebihi 604 kasus, naik dari tahun 2016 yang berjumlah 500 kasus.

Dewan Pers Menilai Kebebasan Pers dan Perkembangan Media Dewasa ini Menimbulkan Etis Dilihat. Setiap orang dapat memulai usaha jurnalisme dengan meneliti, mengumpulkan, menyusun, dan mendistribusikan pengetahuan di berbagai media yang disebabkan oleh perkembangan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Setiap individu dapat berkembang menjadi reporter investigasi dengan berpartisipasi aktif dalam prosedur pengumpulan data yang berbeda melalui penggunaan bermacam-macam surat kabar yang berbeda termasuk situs jejaring sosial.

Reynolds (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan Internet, kemampuan mendapatkan dan menyimpan data pribadi dalam jumlah besar, dan sistem informasi yang lebih andal dalam semua aspek kehidupan telah meningkatkan risiko penggunaan teknologi informasi karena tidak etis. Pentingnya etika dan nilai-nilai kemanusiaan kurang mendapat perhatian - dengan berbagai akibatnya - di tengah berbagai kemajuan teknologi informasi beberapa tahun terakhir. Rata-rata, populasi umum gagal untuk mengakui betapa pentingnya etika saat menggunakan teknologi untuk keuntungan mereka sendiri. Secara umum, mereka cenderung berfokus pada wacana teknis yang lebih besar. Pengambilan keputusan penting dalam konteks teknologi sering dikomunikasikan kepada pimpinan teknis melalui etiket oleh setiap departemen perusahaan. 

Penelitian ini akan melihat persoalan etika dalam media baru yang merupakan fenomena yang masih terus berkembang. Adapun permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana pandangan tokoh pers Indonesia terhadap etika media baru?

PEMBAHASAN

Peraturan dan Etika pers di Indonesia

Undang-undang yang mengatur seksualitas di Indonesia tidak dapat diubah mengingat perkembangan politik dan sosial saat ini atau gejolak masyarakat yang sedang berlangsung pada satu waktu. Kejadian tersebut dapat dikaitkan secara historis dengan periode waktu sejarah antara filosof kuno Jepang dan kolonialisme Belanda. Pers dikelola oleh pemerintahan pemerintah kolonial pada masa British India melalui berbagai undang-undang (Surjomihardjo, 2004).

Di Indonesia, pakaian adat sudah ada sejak zaman kolonial Belgia. Pada akhir Desember 1933, beberapa ratus warga negara Indonesia berkumpul di Surakarta untuk mendirikan Persatoean Djoernalis Indonesia (Perdi) sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalis. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mendirikan Pers Budaya pascakolonial di Indonesia sebagai organisasi wartawan terbatas. sampai dengan awal tahun 1990. Kode Etik Jurnalistik PWI telah dikodifikasikan. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), sebuah organisasi wartawan yang berdiri pada tahun 1994, merupakan penentangan terhadap otoritarianisme Orde Baru terkait dengan kebebasan berbicara dan berseikat serta terhadap perbudakan upah wartawan. Sebagai wartawan asosiasi, AJI juga memiliki kode etik tersendiri. Setelah Presiden Suharto lengser dan Indonesia memulai masa reformasi, organisasi wartawan tambahan mengorganisir anggotanya sendiri, beberapa di antaranya juga bekerja sama merumuskan standar prinsip secara bersama-sama.

Dalam industri jurnalistik Indonesia, Peraturan dan Etika Pers menjadi faktor penting. Peraturan yang berlaku saat ini dicatat oleh Dewan Pers sebagai media utama di Indonesia. Selain itu, Etika Pers merupakan salah satu komponen protokoler yang harus dipatuhi oleh wartawan agar dapat dipercaya dan konsisten dalam posisinya sebagai redaktur. Tujuan undang-undang ini dan etiketnya adalah untuk menjaga agar para profesional tidak menyimpang cukup jauh melampaui standar etika dan jurnalisme kritis yang ketat. Dewan Pers mengubah Undang-undang Pers di Indonesia dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam teks tersebut dijelaskan bahwa setiap media massa yang ada di Indonesia, baik itu penyiaran, televisi, atau keduanya, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Dewan Pers sebelum beroperasi. Hal ini dilakukan untuk menjamin media dapat dikendalikan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku (Dewan Pers, 2016).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline