Keramaian di tengah PSBB seolah tak memperdulikan wabah didepan mata. Di beberapa daerah, pasar, mall dan jalan dipadati kendaraan dan hirukpikuk masyarakat dengan segala aktivitasnya.
Masyarakat seolah tak mahu tahu kompeksitas ringkihnya sistem kesehatan Indonesia, mulai sebaran tenaga medis yang tak seimbang dengan jumlah penduduk, alat kesehatan yang kurang, faskes yang kurang, ditambah jumlah pasien sakit yang beraneka ragam. Kondisi ini seolah tak membuat masyarakat tetap ngotot beraktivitas tanpa memperdulikan protokol kesehatan.
Himbauan dari pelbagai elemen seolah tak mampu menghadang lajunya aktivitas masyarakat Indonesia. Mengapa hal itu terjadi, karena negara lupa akan kewajibanya untuk memenuhi seluruh hak warga negara.
Ambil contoh, himbauan untuk tetap dirumah seakan menjadi bualan kengeyelan ala sebagian masyarakat. Karena negara abai saat wabah merebak malah asik membuka ruang investasi dan penerbangan luar negeri.
Lalu bagaimana dengan kondisi pasca lembaran, apakah kurva akan melandai seperti yang diinginkan oleh pemerintah? Sepertinya hanya mimpi kasus korona akan jauh dari kata 'melandai'. Lihat saja fatwa MUI untuk tetap berada dirumah pun seolah tak bertaring, begitu juga sekelas fatwa ormas NU, Muhammadiyah dan lainya tak berbeda jauh.
Bahkan contohnya daerah Jawa Timur yang memiliki kedekatan dengan NU, Yogyakarta berdekatan dengan Muhammadiyah dan daerah lainya-- juga menjadi ladang naiknya tingkat kurva positif korona, namun pada saat yang sama esok hari banyak juga yang tetap ingin melakukan shalat idulfitri di Mesjid.
Tulisan ini tak berniat untuk mendiskreditkan nama besar Ormas atau apapun, tetapi hanya menjadi media pembelajaran bersama dan pra hipotesa kajian sosial soal respon masyarakat akan ketaatan terhadap organisasi keagamaan.
Lalu apakah ketaatan sebagian masyarakat memang sudah pudar dan tersentral ataukah sebagian aktivitas masyarakat memang ditentukan oleh faktor determinan lain, dan berjalan seperti apa adanya. Apakah masyarakat sadar akan ancaman korona didepan mata? Ataukah masyarakat memang abai akibat plin planya PSBB ala pemerintah. Ataukah rendahnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia.
Mengutip hasil kajian Wawan Mas'udi dkk, Tata Kelola Penanganan Covid-19 di Indonesia: Kajian Awal 2020, bahwa dengan karakter wabah yang sejauh ini masih misterius dan dampak unprecedented yang ditimbulkannya, pandemi covid-19 telah membuka sisi gelap dan kelemahan dari sistem tata kelola kepentingan publik yang berlangsung selama ini. Keandalan sebuah sistem dan komitmen publik yang sesungguhnya hanya akan teruji pada masa krisis.