Lihat ke Halaman Asli

Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf

Diperbarui: 31 Oktober 2024   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Maqamat dan ahwal adalah dua konteks sufi yang sangat berkaitan erat, namun memiliki perbedaan dikeduanya. Kedua hubungan ini mencerminkan dua aspek yang menjadi pengalaman perjalanan para sufi. Maqamat memiliki makna denotatif menuju makna konotatif, yaitu perjalanan dan pendakian. Ahwal memiliki makna abstrak, yang sulit diungkapkan yang mencerminkan pengalaman emosional dan spiritual yang tiba-tiba muncul.

Maqamat merupakan sebuah tahapan, yang menunjukkan bahwa proses spiritual adalah sesuatu perjalanan yang membutuhkan usaha. Ini membuktikan bahwa setiap individu harus memiliki tanggung jawab dalam melakukan segala hal dalam mengembangkan diri dan memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Melalui proses yang sudah ditentukan seperti taubat, sabar, tawakal, zuhud, rida, mahabah, dan makrifat.

Ahwal merupakan sebuah keadaan batiniah, yang dialami setiap perjalanan sufi. Kondisi ini merupakan kondisi batin yang lebih spontan dan sering kali diluar kendali diri kita. Hal ini merupakan suatu pandangan bahwa pengalaman spiritual itu tidak bisa dipaksakan oleh setiap individu, ada dimana waktu seseorang itu akan merasakan kedekatan dengan tuhan secara mendalam. Contoh seperti merasa diawasi, cinta, takut, rindu.

Dari kedua konteks maqamat dan ahwal, dapat dipahami bahwa dari kedua nya membentuk kerangka yang terikat dalam ilmu tasawuf. Maqamat memberikan jembatan untuk perjalanan spiritual, sedangkan ahwal merupakan konsep yang memperkaya perjalanan bagi seorang sufi. Kedua hubungan ini bersama-sama menciptakan kedekatan yang lebih mendalam dengan Allah. Selain memiliki keterkaitan keduanya memiliki perbedaan, maqamat merupakan sesuatu konteks yang melibatkan langkah-langkah yang jelas dan dapat di identifikasikan dalam proses pertumbuhan spiritual. Ahwal merupakan kedalaman emosional  dan spiritual, yang memungkinkan setiap individu merasakan cinta mendalam atau kehadiran spiritual yang tidak bisa direncanakan. Kedua konteks ini juga mengajak untuk merenungkan bagaimana usaha batiniah dalam mencari akan kedekatan setiap individu dengan Yang Maha Kuasa.

penulis; Muhammad Ardian

Dosen Pengampu; Dr. Hamidullah Mahmud, M.A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline