Masyarakat di wilayah Balung hingga Rambipuji, Kabupaten Jember, menolak dengan tegas keberadaan truk angkutan besar yang melintas di jalan provinsi tersebut. Hal ini terjadi karena kerusakan parah yang ditimbulkan oleh angkutan besar pada infrastruktur jalan, khususnya sepanjang jalur Puger hingga Rambipuji. Kerusakan ini tidak hanya menyulitkan pengguna jalan, tetapi juga memicu kecelakaan yang memakan banyak korban jiwa.
Kerusakan jalan yang semakin memburuk akibat truk bermuatan melebihi kapasitas telah menjadi keluhan utama warga setempat. Jalan yang dulunya mulus kini dipenuhi lubang besar, retakan, dan permukaan yang tidak rata. Kondisi ini semakin diperparah saat musim hujan, di mana genangan air menyembunyikan lubang jalan, sehingga membahayakan pengguna kendaraan bermotor.
Tidak sedikit kecelakaan tragis yang terjadi akibat melintasnya angkutan berat tersebut. Korban kecelakaan melibatkan warga lokal hingga pengguna jalan yang tidak familiar dengan kondisi jalan. Ada yang mengalami luka ringan, cedera serius, hingga kehilangan nyawa. Beberapa di antaranya bahkan menjadi korban karena tertabrak atau tergilas truk-truk besar yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Sebagai bentuk protes, masyarakat tidak hanya melontarkan keberatan secara lisan, tetapi juga melakukan aksi nyata. Di sepanjang jalan Puger hingga Rambipuji, spanduk-spanduk besar dipasang oleh warga dengan berbagai tulisan penolakan. Pesan yang tertera tegas: truk besar dilarang melintas. Langkah ini merupakan upaya warga untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak terkait.
Masyarakat setempat juga mengambil tindakan dengan berjaga di sepanjang jalan. Mereka memantau kendaraan yang melintas dan menghalau truk-truk besar yang tetap nekat menggunakan jalur tersebut. Dalam beberapa kesempatan, aksi ini sempat memicu ketegangan antara warga dan pengemudi angkutan berat, namun warga tetap kukuh dengan tuntutannya.
Pemerintah daerah sebenarnya sudah menetapkan batasan kapasitas angkutan yang boleh melintas di jalan provinsi. Namun, lemahnya pengawasan dan sanksi yang tidak tegas membuat aturan ini sering dilanggar. Banyak sopir truk yang lebih memilih jalur ini karena dianggap lebih efisien dibandingkan rute alternatif yang lebih jauh.
Kerusakan jalan ini juga berdampak pada perekonomian lokal. Jalan yang rusak memperlambat distribusi barang, mengganggu mobilitas warga, dan meningkatkan biaya perawatan kendaraan. Selain itu, kondisi jalan yang buruk juga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung ke daerah Puger, yang sebenarnya memiliki potensi wisata bahari yang menarik.
Masyarakat berharap pemerintah daerah dan pihak terkait segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Selain memperbaiki infrastruktur jalan, perlu ada pengawasan ketat terhadap kendaraan yang melanggar aturan kapasitas. Jika tidak segera ditangani, konflik antara warga dan pengemudi truk besar dikhawatirkan akan semakin memanas.
Pemerintah juga diharapkan untuk menyediakan jalur khusus bagi angkutan berat agar tidak merusak jalan provinsi yang semestinya digunakan untuk kendaraan ringan. Solusi lain yang dapat dipertimbangkan adalah penerapan sanksi berat bagi angkutan yang melanggar, seperti denda tinggi atau penahanan kendaraan.
Dengan adanya perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah, diharapkan jalan dari Puger hingga Rambipuji dapat kembali aman dan nyaman untuk dilalui. Lebih dari itu, konflik antara warga dan pengemudi truk besar dapat diakhiri, sehingga tercipta harmoni di tengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H