Lihat ke Halaman Asli

Riset dan Pisang Goreng

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riset itu bahasa Inggris yang sudah diIndonesiakan. Asalnya dari kata research, re itu mengulang search itu mencari atau menemukan. Jadi bila pake ilmu ‘gathuk’ dan di ‘gathuk-gathuk’ kan maka jadilah pengertiannya “mencari atau menemukan secara berulang-ulang”.

Bila anda pernah kehilangan dompet, tentu anda akan berusaha mencarinya bila memang masih memerlukan dompet tersebut. Saya meyakini, anda akan berusaha mengingat-ingat jalan-jalan yang anda lalui dan memperkirakan dompet itu jatuh dimana. Lalu anda akan menelusuri jalan-jalan tersebut sambil meningkatkan daya guna indera anda. Indera penglihatan merupakan indera yang paling banyak bekerja untuk menemukan dompet anda disamping indera penciuman. Mengapa kok indera penciuman? Itu karena dompet anda bau terasi heheheheh

Bila anda tidak berputus asa, tentu anda akan mencari dompet anda sampai berulang kali dengan cara menelusuri jalan-jalan yang anda lalui dan anda perkirakan dimana dompet anda jatuh. Bisa jadi anda akhirnya menyerah dan pulang dengan tangan hampa serta bertawakal kepadaNya. Itu pun bila anda masih memiliki iman heheh. Sebaliknya, bila anda menemukan kembali dompet anda mungkin anda akan kegirangan karena anda tidak perlu bersusah-susah lapor ke polisiuntuk mengurusi kembali segala macam kartu yang ikut di dalam dompet dan tentunya anda akan mentraktir teman-teman sebagai rasa syukur (itupun kalau duit di dompettetap utuh wkwkwkwk)

Lantas apa hubungannya dengan judul di atas? Hubungannya jelas tidak ada karena memang itu cerita yang saya karang saja biar tidak jenuh dengan rutinitas yang telah dijalani seharian. Begini, saya punya pengalaman ketika berbagi dengan sahabt-sahabat muda yang sedang menulis tugas akhirnya yang sering disebut orang-orang kampus skripsi.

Nah, sahabat-sahabat muda saya ini sering bingung, jadilah kita diskusi ringan di bawah pohon rindang sambil menikmati semilirnya angin. Saya sendiri sering berfikir bagaimana caranya agar sahabat-sahabat saya ini mudah mencerna perumpamaan saya.

Atas pertolongan Tuhan maka saya memilih pisang goreng. Loh, kok bawa-bawaTuhan segala. Lah memang saya tidak pernah terfikirkan sebelumnya. Kalau tidak atas pertolongan Tuhan tentu diskusi saya bersama sahabat-sahabat saya itu tidak mendapatkan perumpamaan yang pas menurut versi saya heheheh. Seperti ada yang menunutun “wes gae en pisang goreng ae” (sudah pakek pisang goreng saja).

“Sahabat-sahabat muda, bila umpamanya kalian ingin menikmati pisang goreng dengan memasaknya sendiri apa yang akan kalian lakukan?”

“Beli pisang di pasar pak”

“Menebang pohon pisang di belakang rumah pak”

“Yah.... apapun itu yang jelas kalian butuh pisang, ya... kan? Entah pisang itu didapat di pasar atau di belakang rumah itu masalah lain, yang jelas kalian butuh alat untuk mendapatkan pisang tersebut. Apa itu?”

“Uang pak”

“Arit pak”

“Parang pak”

“Sudah-sudah...tidak usah ribut. Kalau pisang kita anggap data sedangkan uang, arit dan parang tadi kita anggap alat untuk mendapatkan data, perumpamaan apa yayang paling pas untuk uang, arit atau parang tadi”

“hmm...mungkin kuesioner pak”

“wawancara dengan informan barangkali”

“Saya setuju dan sepakat, yang mengatakan kuesioner itu mungkin melakukan penggalian data dengan menggunakan pendekatan kuantitatif; yang mengatakan wawancara dengan informan, atau bisa jadi ikut berpartisipasi dalam keseharian informan mungkin itu menggunakan pendekatan kualitatif. Ada yang mau menambahkan?”

Diamm....

“Oke kalau begitu, kalian sudah faham sebenarnya dengan perumpamaan pisang goreng saya hehehe. Sekarang bila pisang yang kita umpamakan data tadi, selanjutnya kita apakan bila ingin kita jadikan pisang goreng yang lezat”

“Dikupas pak..”

“Sepakat. Yah... jelas dikupaslah ...masa kalian mau menggoreng pisang dengan kulitnya”

“Gerrrrr”

“Nah proses pengupasan tadi menurut hemat saya adalah bagian dari perumpamaan lain dalam proses riset. Apa itu kira-kira?”

“Memilah data pak”

“Mengkoding pak”

“Mereduksi pak”

“Melakukan validasi pak”

“Realibilitas pak”

“Triangulasi pak”

“Oke, apapun itu semua yang kalian sampaikan sudah benar menurut pendekatan yang kalian pilih tetapi mungkin perumpamaan yang kalian sampaikan itu sama seperti mengamati pisang-pisang yang layak untuk digoreng. Mungkin ada yang busuk sebelah, atau masih ‘mengkal’ dan belum masak betul dan lain sebagainya sehingga pisang-pisang yang digoreng adalah pisang-pisang pilihan. Betul?”

“Betul betul betul”

“Hah kayak Ipin dan Upin saja kalian ini heheheh. Lantas apa yang dilakukan selanjutnya?”

“Menggorengnya pak”

“Memasukkannya ke adonan tepung pak”

“Yah... biar lebih lezat mungkin harus kita lumuri dengan adonan tepung bumbu ya.... Apa perumpamaan yang pas untuk proses pelumuran dengan tepung bumbu ini?”

“Konsultasi pak”

“Bimbingan pak”

“Yah.. bisa jadi...kalian bisa berdiskusi dengan pembimbing kalian atau teman sejawat untuk mendapatkan masukan dan arahan yang lebih bagus. Lantas setelah itu apa langsung digoreng?”

“Ya pakkkk”

“Eit nanti dulu, kalau mau menggoreng butuh apa?”

“Kompor pak”

“Wajan pak”

“Minyak goreng pak”

“Gas pak”

“Yah.. pokoknya alat yang saling melengkapi seperti yang kalian sebutkan semua itu agar pisangnya bisa matang ketika digoreng. Semua yang kalian sebutkan tadi itu tools yang memproses data kalian sehingga siap saji dalam bentuk laporan penelitian. Mungkin kalian menggunakan SPSS, SEM, GeSCA atau apalah itu bila pendekatannya kuantitaitf. Bila kualitatif kalian bisa melakukannya melalui jenis pendekatan yang kalian pilih dalam memaknai data verbal atau bahkan kalian bisa menggunakan ‘mentega’ bila memang minyak goreng tidak ada di dapur kalian heheh. Pendek kata saat ini juga sudah banyak tersedia tools seperti NVIVO misalnya. Bagaimana...kira-kira bisa ya... maksud saya bisa difahami?”

“Insya Allah pak”

“Oke kalau begitu diskusi saya sudahi karena hari sudah petang dan mendung mulai bergelayut. Saya mau pulang dulu mudah-mudahan diskusi kita hari ini membawa manfaat dan menginspirasi kalian dalam menulis. Bila ada pertanyaan bisa lewat email dulu besok kita bahas satu persatu”

Bergegaslah saya pulang, menikmatipadatnya jalanan Surabaya ketika petang. Dalam perjalanan pulang itu, saya jadi teringat akan ‘keributan’ kecil yang masih berlangsung. Sebagai insan kampus yang diharuskan melakukan pengabdian, banyak rekan-rekan yang tarik menarik soal metode yang akan dipakai dalam melakukan pengabdian. Ada yang bersikeras dengan metode X, adalagi yang ingin memperkenalkan Y dengan antusias. Alamak...itu kan semuakan tools mirip seperti kompor, wajan, gas atau minyak goreng yang saling melengkapi. Pastinya kalau tak ada minyak goreng, mentegapun jadi untuk dapat menikmati pisang goreng... kenapa harus ribut. Saya jadi teringat pesan bijak manusia pilihan, bahwa ‘fanatisme yang berlebihan dapat merusak suasana’ dan akhirnya menjadi kontra produktif.

Sambil bersiul, saya menyusuri jalan dengan menggeleng-gelengkan kepala bila mengingatkeributan kecil itu. Ah....membayangkan menikmati pisang goreng ‘sungguhan’ akan terasa lebih nikmat bila disantap bersama kopi panas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline