Pengeroyokan merupakan tindakan kriminal yang melibatkan sekelompok orang yang secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap individu atau kelompok lain. Kasus pengeroyokan seringkali menimbulkan dampak serius baik secara fisik maupun psikologis bagi korban, serta memicu kekhawatiran dan ketidaknyamanan di tengah masyarakat.
Pada tanggal 25 november 2024, terjadi pengeroyokan terhadap anak kecil di sebuah tempat playstation di daerah banjaran menurut hera selaku kaka dari korban tersebut di injak leher dan kepalanya lalu dipukul, menurut korban anak tersebut pun sering melakukan pemerasan kepada korban tersebut. Berikut adalah foto salah satu pelaku pengeroyokan terhadap anak:
Dampak Pengeroyokan terhadap Anak
Pengeroyokan, atau bullying fisik oleh sekelompok orang, dapat memiliki dampak yang sangat merusak pada anak-anak, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai dampak tersebut:
1. Dampak Fisik:
Anak yang menjadi korban pengeroyokan sering kali mengalami cedera fisik. Ini dapat berkisar dari memar dan luka gores, hingga cedera yang lebih serius seperti patah tulang atau cedera kepala. Dalam beberapa kasus yang ekstrem, pengeroyokan bisa berujung pada kematian. Selain itu, dampak fisik juga bisa berupa gangguan tidur dan penurunan nafsu makan yang bisa berdampak pada kesehatan jangka panjang.
2. Dampak Psikologis dan Emosional:
Dampak psikologis dan emosional dari pengeroyokan seringkali lebih sulit untuk dilihat, tetapi tidak kurang merusaknya. Anak-anak yang dianiaya bisa mengalami stres pasca-trauma, depresi, dan kecemasan. Mereka mungkin mulai merasa takut atau paranoid, merasa tidak aman di lingkungan mereka. Perasaan malu dan rendah diri juga sering dialami, dan dalam beberapa kasus, anak-anak mungkin merasa begitu putus asa sehingga mereka mempertimbangkan atau mencoba melakukan bunuh diri.
3. Dampak Akademik:
Pengeroyokan bisa berdampak buruk pada kinerja akademik anak. Anak yang terus-menerus dianiaya mungkin merasa sulit berkonsentrasi di sekolah, atau mereka mungkin mulai menghindari situasi belajar sama sekali. Hal ini dapat mengarah pada penurunan nilai, absensi yang meningkat, dan dalam beberapa kasus, putus sekolah.