Lihat ke Halaman Asli

Eksistensi Enggrang di Desa Lurah Kabupaten Cirebon

Diperbarui: 24 Agustus 2023   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah gemuruh teknologi dan permainan modern, enggrang, permainan tradisional Indonesia yang telah ada sejak zaman nenek moyang, semakin langka dan terlupakan. 

Enggrang, yang terbuat dari kayu dan tali, dulunya merupakan hiburan utama di antara anak-anak di pedesaan hingga perkotaan. Namun, semakin berkurangnya perhatian terhadap permainan ini menimbulkan pertanyaan tentang nasib warisan budaya ini di masa depan. Enggrang, juga dikenal dengan sebutan "kaki tiga," memiliki akar budaya yang dalam.

Anak-anak pada zaman dahulu dengan penuh semangat akan berlomba-lomba berjalan di atas kayu-kayu sejajar, menyeimbangkan diri dengan cekatan. Namun, perlahan-lahan, permainan ini tergantikan oleh teknologi modern dan permainan digital. Banyak anak-anak kini lebih memilih bermain game di ponsel cerdas mereka daripada bermain enggrang di halaman rumah.

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mempertahankan tradisi ini. Beberapa komunitas lokal dan lembaga budaya mencoba mengadakan acara-acara yang mengajak anak-anak dan orang dewasa untuk merasakan kembali kegembiraan bermain enggrang. 

Pameran, lokakarya, dan kompetisi enggrang diharapkan dapat menghidupkan kembali minat terhadap permainan ini. Namun, tantangan besar tetap ada. Modernisasi yang terus berkembang dan pergeseran minat anak-anak membuat enggrang semakin tenggelam.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa perlu adanya dukungan lebih besar dari pemerintah dan pendidikan untuk memasukkan permainan tradisional seperti enggrang ke dalam kurikulum pendidikan, sehingga generasi muda dapat tetap terhubung dengan warisan budaya mereka.

Seperti yang terjadi di Blok Dlereng Desa Lurah Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon. Anak-anak yang ada disana masih melestarikan permainan enggrang tersebut. Setiap sore, anak-anak di Blok Dlereng berbodong-bondong menuju lapangan SD Negeri 3 Lurah hanya untuk sekedar bermain enggrang. Mereka bermain enggrang dengan gembira dan menikmati kebersamaan hingga lupa waktu.

Mereka membuat sendiri enggrang yang mereka gunakan dengan alat seadanya, dan mereka pun mengukur sendiri ketinggian enggrang yang mereka gunakan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dimulai dengan memotong kayu balok menjadi dua bagian untuk pijakan, lalu memaku dua bagian tersebut menjadi satu kesatuan, hingga memasangkan tali dari kain hingga menyerupai sandal untuk menahan kaki mereka agar tidak jatuh. Mereka melakukan permainan tersebut setiap hari.

Mengenang masa kecil yang penuh keceriaan dengan enggrang adalah kenangan yang tak tergantikan bagi banyak generasi. Meskipun kini cenderung dilupakan, enggrang memiliki tempat khusus dalam sejarah dan budaya Indonesia. Mungkin dengan usaha bersama, kita dapat mengembalikan eksistensi pada permainan tradisional ini dan menjaga agar enggrang tidak termakan oleh zaman di tengah arus modernisasi yang terus mengalir.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline