Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Mustaqim

Peminat kajian sosial, politik, agama

Puasa sebagai Lokomotif Kesalehan

Diperbarui: 20 Mei 2018   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadan menjadi bulan yang mulia, karena tradisi puasa mempunyai implikasi dalam kehidupan manusia, baik secara sosial, ekonomi, budaya mungkin juga politik. Secara sosial budaya, ada pergeseran prilaku sosial yang terjadi pada bulan Ramadan.

Berbagi suasana positif, dari kejujuran sampai pada filantropi sangat melekat pada prilaku masyarakat muslim pada saat Ramadan. Dalam sektor ekonomi bisa kita rasakan, mulai dari naiknya harga kebutuhan pokok, sampai iklan di televisi yang beraroma Ramadan.

Terlepas dari hiruk pikuk aspek tersebut, harus diakui bahwa Ramadan mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi prilaku manusia. Dalam hal ini, puasa adalah ibarat lokomotif.

Pertama, fungsi lokomotif adalah menarik gerbong. Demikian juga puasa, ada beberapa "gerbong" yang ditarik oleh lokomotif yang bernama puasa. Gerbong-gerbong itu adalah ibadah-ibadah sunnah yang mengiringi puasa.

Gerbong itu bisa bernama tarawih. Sholat tarawih, hanya dikerjakan khusus pada bulan Ramadan. Dengan kata lain, hanya lokomotif puasa lah yang mampu menarik gerbong tarawih ini.

Tradisi tarawih menjadi "khas" bulan Ramadan. Meskipun ibadah ini hukumnya sunnah, namun tidak jarang ummat Islam yang memposisikan seperti fardlu. Dan secara empiris, solat isya' plus tarawih pada bulan Ramadan lebih penuh jamaahnya dari pada bulan-bulan lainnya.

Gerbong selanjutnya bisa bernama tadarrus. Tadarrus sering dipahami sebagai membaca al-Qur'an secara tartil. Meskipun 'gerbong' tadarrus ini sebenarnya bukan hanya ditarik oleh lokomotif puasa, namun kenyataannya banyak orang yang hanya melakukan tadarrus saat bulan Ramadan.

Tidak sedikit orang yang secara intens melakukan tadarus dengan target khatam selama Ramadan, bahkan khatamnya lebih dari sekali, namun pada bulan-bulan lainnya, orang menjadi "malas" ketika harus membaca al-Qur'an. Ini yang sekiranya harus digeser, sehingga Ramadan  mampu menjadi bulan "diklat" untuk 11 bulan berikutnya.

Selanjutnya ada gerbong sholat malam, presantren kilat, mondok "posonan", zakat fitrah, dan yang perlu untuk disebut juga adalah gerbong "tidur ibadah".

Tradisi tidur siang hampir menjadi tradisi yang tidak terpisahkan ketika puasa. Hadis yang berbunyi "tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah" menjadi spirit untuk ibadah ini.

Sebenarnya tidur adalah kegiatan pengganti dari hal-hal yang dilarang agama, seperti ghibah, gosib dan lainnya. Sehingga daripada bergosip ria - sebuah kegiatan yang sangat mengasyikkan ketika puasa - maka alangkah lebih enaknya ketika diganti dengan tidur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline