Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi beberapa kota di Belanda, seperti Amsterdam, Den Hag, Almere, dan Rotterdam. Ada beberapa hal menarik perhatian di sana, salah satunya adalah fenomena bersepeda.
Hampir dijumpai di beberapa jalan utama kota, lalu lalang orang bersepeda dengan jalur khusus yang telah disediakan. Meskipun dalam kondisi musim dingin dengan suhu berkisar enam derajat celcius, tidak menyurutkan orang untuk bersepeda.
Di setiap ruang publik seperti kampus, market, sekolah, terminal, bahkan bandara sekalipun, selalu menyediakan tempat parkir untuk "tambat" sepeda. Rasanya, bersepeda sudah menjadi budaya dan bagian hidup masyarakat.
Hal ini tampak berbeda jika kita bandingkan di Indonesia. Sepeda dianggap sebagai transportasi kaum miskin dan anak-anak. Orang menjadi tidak pede ketika harus bersepeda. Yang terjadi, penggunaan motor menjadi tak terbendung.
Semua orang menjadikan motor sebagai transportasi cepat untuk mengatasi kemalasan. Mulai anak-anak "di bawah umur" sampai orang tua, semua menggunakan motor. Bahkan untuk jarak yang relatif dekat, seseorang dengan begitu malasnya menggunakan motor sebagai medianya.
Kecenderungan ini secara makro berdampak pada beberapa hal:
Pertama, semakin padatnya lalu lintas kita. Jalan raya kita boleh jadi semakin hari semakin lebar dan besar, namun kuantitas motor yang tak terkendali menjadikan jalanan tampak semakin sempit. Potensi kemacetan dan kecelakaan pun terpicu dari kecenderungan ini.
Kedua, konsumsi bahan bakar motor yang kian membengkak. Pencabutan subsidi BBM yang tidak diimbangi kebijakan pengendalian jumlah motor, hanya akan menjadi bom waktu defisit cadangan migas.
Konsumsi sepeda motor masyarakat kita sungguh sangat memperihatinkan. Sekarang ini, kebijakan pembelian motor sangatlah mudah. Orang dengan hanya mengeluarkan uang, katakanlah limaratus ribu, sudah bisa mendapatkan sepeda motor baru. Budaya konsumerisme motor, secara simultan menjadikan penggunaan sepeda kian tergeser.
Ketiga, dalam konteks lingkungan, emisi gas karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor tentu berdampak terhadap kualitas udara. Meskipun hal ini hanya akan tampak dalam durasi waktu yang lama, namun emisi karbon tetap saja memberi akibat bagi kerusakan lingkungan dalam jangka panjang. Keempat, munculnya budaya malas.
Keberadaan motor, sudah barang tentu menjadikan seseorang malas dalam melakukan transportasi secara manual. Motor, bagaimanapun telah menggeser kemampuan manusia untuk menggerakkan tubuhnya, baik itu dengan berjalan maupun bersepeda.