Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Basri

Pengangguran

Ngapunten Mak-Pak, Anakmu Gak Lulus-lulus

Diperbarui: 1 November 2018   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

baak.umk.ac.id

Maksud hati ingin membahagiakan mereka yang dimulai dari mendaftarkan diri ikut seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri. Tidak disangka ternyata saya dinyatakan lulus. Sebagaimana kehidupan orang didesa, menjadi barang langka seorang anak petani masuk perguruan tinggi. Lulus SMA saja sudah bersyukur, apalagi masuk perguruan tinggi, itu urusan nomor sekian. Lulus SMA cari kerja terus nikah.

Anak mana yang tidak ingin membahagiakan orang tuanya, anak mana yang tidak ingin mengangkat derajat orang tuanya. Adalah keutaman bagi anak untuk kedua hal itu. adapun wujud dari kedua hal tersebut tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya. 

Ada yang bahagia dengan melihat sang anak mendapatkan pekerjaan yang layak, ada yang merasa terangkat derajatnya dengan anaknya menjadi penghafal Al'quran, dan masih banyak lagi termasuk kebahgiaan dan ketinggian derajat karena anaknya menjadi seorang sarjana. Semua kembali lagi kepada titah sang orang tua kepada anaknya.

Saya adalah orang desa yang bercita-cita setinggi langit. Menjadi anak yang bisa membuat orang tua tersenyum bahagia di hari penobatanku menjadi wisudawan kelak. 

Berangkat dari optimisme, tekad yang bulat seperti tahu bulat, semangat membara bagai bara api, niat yang mulia bak politikus berkampanye, yaitu menjadi seorang mahasiswa. 

Dari sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan gemerlap kota yang tidak pernah mati lampu. Jauh dari jalan aspal yang mulus, saya memulai langkah kecil saya.

Dibesarkan di lingkungan masyarakat desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, begitu juga dengan orang tua saya. hal yang lazim bagi seorang petani yang berangkat ladang di pagi buta dan pulang saat mentari mulai melambaikan tangan tanda malam akan tiba. 

Mereka tanpa kenal lelah bekerja untuk anak-anaknya, untuk membeli susu, untuk membeli mainan, juga untuk membeli perlengkapan sekolah saat saya sudah mulai mencicipi pojok bangku sekolah dasar. 

Sejak kecil saya sudah merepotkan mereka terlepas bahwa menafkahi seorang anak adalah kewajiban sebagai orang tua.

Untunglah pendidikan formal saya dari TK sampai SMA saya tamatkan di lingkungan tempat tinggal saya dan saudara-saudara saya lahir dan tumbuh sehingga biaya untuk sewa kamar kos dan transportasi tidak ada dalam daftar pengeluaran ibu. 

Dari pertama kali saya sekolah sampai dengan SMA merekalah yang membiayai saya dengan ikhlas tanpa pamrih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline