Lihat ke Halaman Asli

Apakah Pria dengan Gaji UMR Tidak Boleh Menikah?

Diperbarui: 17 November 2024   19:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apakah Pria dengan Gaji UMR Tidak Boleh Menikah?

Pertanyaan ini mungkin terdengar provokatif, bahkan cenderung menyakitkan bagi banyak orang, terutama mereka yang hidup dengan gaji Upah Minimum Regional (UMR). Namun, isu ini sering kali muncul dalam perbincangan sehari-hari, terlebih di media sosial, di mana sebagian orang menyalahkan masyarakat berpenghasilan rendah karena memilih menikah dan berkeluarga meski hanya berbekal gaji pas-pasan. Jadi, mari kita telaah lebih dalam: apakah benar orang yang bergaji UMR tidak layak menikah?

1. Mengalihkan Tanggung Jawab Negara ke Individu

Pertama-tama, penting untuk menyadari bahwa pernyataan seperti "pria bergaji UMR tidak boleh menikah" sering kali menunjukkan kecenderungan untuk menyalahkan individu atas kemiskinan mereka. Padahal, dalam konteks ekonomi dan sosial, kita tidak bisa semata-mata menyalahkan individu atas kondisi finansial yang sulit. Tanggung jawab utama dalam memastikan kesejahteraan rakyat ada di tangan negara.

Negara seharusnya berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja yang layak, memberikan upah yang memadai, dan memastikan adanya perlindungan sosial bagi warganya. Namun, kenyataannya, gaji UMR yang ditetapkan sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk berkeluarga. Menurut data, biaya hidup di kota-kota besar di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar UMR, sehingga banyak pekerja yang harus berjuang ekstra untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.

2. Kemiskinan sebagai Masalah Struktural, Bukan Pilihan Pribadi

Pernyataan bahwa seseorang dengan gaji UMR tidak seharusnya menikah juga merupakan bentuk victim blaming, di mana kesalahan atas masalah sosial yang lebih besar dialihkan kepada individu. Padahal, kemiskinan bukanlah masalah yang terjadi karena pilihan pribadi, melainkan hasil dari masalah struktural yang lebih kompleks, seperti ketidak adilan ekonomi, akses yang tidak merata terhadap pendidikan, dan kebijakan upah yang tidak memadai.

Dalam pandangan filsafat sosial, misalnya menurut welfare state ala John Rawls, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin fair equality of opportunity bagi semua warga negara. Artinya, negara seharusnya menyediakan lingkungan di mana setiap orang memiliki kesempatan yang setara untuk mencapai kehidupan yang layak, termasuk dalam hal berkeluarga. Negara yang gagal menyediakan upah layak berarti telah mengingkari social contract antara pemerintah dan rakyatnya.

3. Realitas Gaji UMR dan Kesenjangan Sosial

Di Indonesia, UMR ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi tertentu, namun sering kali tidak cukup untuk menutupi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, serta kebutuhan tambahan seperti pendidikan anak. Menurut survei, banyak pekerja yang bergaji UMR harus hidup dengan pola pengeluaran yang sangat ketat, tanpa ruang untuk menabung atau menghadapi keadaan darurat. Dalam situasi ini, apakah adil menyalahkan mereka yang ingin menikah dan membangun keluarga?

Sebaliknya, pertanyaan yang lebih relevan seharusnya adalah: mengapa gaji UMR tidak cukup untuk hidup layak? Apa yang bisa dilakukan negara untuk memperbaiki standar hidup rakyatnya? Apakah kebijakan ekonomi dan sosial yang diterapkan sudah benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat banyak?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline