Lihat ke Halaman Asli

"Pulanglah, Nak!"

Diperbarui: 23 November 2018   23:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pexels

Terasa waktu cepat berlalu. Jam tanganku telah menunjukkan 17:45, namun aku masih  berdiri bersama para wisatawan.

"Mas, gimana nih? Aku takut lhoo, Mas. Mending aku tadi duduk santai saja di rumah. Lah, saat begini semua pada bungkam." Ujar Kanaya.
"Sudah-sudah, dek. Jangan salahkan, Mas Rizki. Dia sudah mau jadi pemandu kita." Tungkas Pak Her.

Aku berdiam diri, bukan aku melepas tangan. Malahan, ku lagi bernostalgia.  Ku lirik di sekitarku. Nah, aku terimgat akan sesuatu.
"Mohon maaf atas ketidaknyamanan kalian. Begini saja, kita menginap 1 hari saja. Esok saat fajar baru kita cari bantuan."  Aku sembari beranjak menuju mini bus.
"Mas, Riz." suara itu mengguyarkan lamunan panjangku. Aku paham betul  suara itu. Anggi, seorang mahasiswi yang hobinya menghabiskan coklat sepanjang perjalanan.

"Riz, ku carikan kayu kering, ya?. ucap Fred.

Ya, ku tahu pemikiran Fred sma halnya diriku  Justru, kayu kering itu akan ku buat api. Barangkali, asapnya bisa memberi tanda. Wajar, ku membuat sebuah cahaya dari kayu sebab Kanaya takut akan gelap. Ku berpikir, api pun bisa membuat binatang buas pada lari menjauhi kami.

" Dek, kamu yakin lokasi kita aman dari gangguan binatang buas." Ujar Prita yang sembari memeluk erat anaknya.

Aku enggak permasalahkan gelap. Namun, kewibawaanku sebagai pemandu akan di pandang buruk. Aku tak mungkin, menggunakan senter HP. Semakin lama kian menipis, bahkan habis.

Jam tangaanku terus saja berbisik. Membuat pikiranku semrawut tak karuan. Apalagi, suaaana di lokasi ku cukup mengkhawatirkan.  Sudah pukul 20:00, aku belum saja memperoleh bala bantuan. Aku sebetulnya, hendak beranjak menelusuri hutan belantara. Namun, aku tak mungkin membiarkan mereka dalam ketakutan. Apalagi, Kanaya selalu saja mendekat pada diriku.

"Ma, perut Kevin lapar nih. "  Keluh Kevin.

Ini semua gara-gara kecerobohanku. Lah, semuanya pasti begitu marah padaku. Aku tetap berlaku santun. Tak kutunjukkan wajah sedihku. Lalu, ku beranjak menuju mini bus untuk mengambil perbekalan yang tersisa.

"Riz, mau ke mana?" Ucap Fred sembari meluruskan kaki.
"Ambil makanan buat Kevin, Pak." Tangkasku.
"Boleh kutemani, Riz?" Ujarnya.
"Jaga saja teman-teman kita, Pak. Aku bisa sendiri." Ucapku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline