Lihat ke Halaman Asli

Bangsa yang meraih prestasi atas dasar dendam dan amarah

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Mengapa manusia tidak mengambil pelajaran dari nasib buruk yang menimpa orang-orang terdahulu, akibat ulah perbuatan mereka sendiri? Bukankah mereka punya akal, yang dengannya dapat berpikir?" Sudah berkali-kali Allah memberi teguran seperti itu baik dalam Al-Quran maupun kitab-kitab lain, yang pada intinya Ia menganjurkan manusia agar jangan sampai meninggalkan sejarah, karena dengan mempelajari sejarah, hati kita akan terbuka untuk memahami mata-rantai sebab-akibat yang membentuk bangsa kita pada keadaan seperti yang sekarang ini. Dengan sejarah pula, tingkat moralitas manusia dapat terukur dari kadar pemihakannya pada sang tokoh atau idola yang menjadi cermin dan teladan hidupnya. Dan orang yang bermoral baik (dan memahami sejarah) maka akan berpikir seribu kali untuk ikut-ikutan mengenakan kaos bertuliskan: CIA, George W. Bush, Laskar Ken Arok, Ratu Pantai Selatan, Supersemar, Nebuchadnezzar dan lain-lain. Dengan itu maka seriuslah persoalan sejarah ini, karena Allah benar-benar melarang manusia untuk memihak musuh-musuh-Nya, yang sekaligus musuh orang-orang beradab (beriman). Dan sebelum memahami sejarahnya (ilmunya), mungkin saja kita pernah keliru memihak si X atau Z, tetapi setelah kita mempelajarinya, maka pahamlah kita bahwa ternyata ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi kita untuk ikut memihak X atau Z itu, yang merupakan skenario ciptaan manusia demi kepentingan status quo duniawi semata. Dengan demikian, mempelajari sejarah identik dengan mengikuti dan menelusuri arus perubahan yang terjadi, bahwa dalam hidup ini ada hal-hal yang menurut kita kecil dan sepele, namun melalui perjalanan waktu, boleh jadi persoalan itu adalah hal yang serius dan besar.

Dan sangat mungkin ada hal-hal yang menurut kita remeh dan ringan saja, padahal menurut Allah, hal itu adalah perkara serius yang harus ditangani sebagai tanggungjawab kita, di mana Allah tidak akan merubah suatu bangsa sebelum ada kemauan keras dari bangsa itu untuk merubah dirinya sendiri. Barangkali itulah yang membuat Bung Karno sering mewanti-wanti dalam pidatonya, dengan mengutip kata-kata Thomas Carlyle: "Pelajari dan pelajari sejarah, agar manusia menjadi bijaksana lebih dahulu!" Dengan itu maka yang terpenting menjadi syarat utama sebagai bekal hidup manusia adalah menjadi bijaksana dulu, menjadi sabar dulu, memakai "baju takwa" dulu, hingga segala prestasi dan kesuksesan akan bermunculan dari potensi dan bakat-bakat besar yang dimiliki bangsa ini; yang membuat kejayaan negeri ini dapat tercapai dari hasil impian dan cita-cita yang bukan didasari kebencian, amarah dan dendam belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline