Sebuah cerita yang terjadi ini sebagai renungan tentang kehidupan diri sehari hari dalam aktivitas hidup. Cerita ini adalah sebuah kejadian yang mungkin sering kita lihat dalam kehidupan namun jarang dijadikan sebuah renungan yang mendalam untuk contoh dalam hidup. Kelupaan diri dalam melihat fenomena dan menerjemahkan "bacaan" dari alam atau memang diri bodoh karena tidak peka dengan bacaan yang diberikan oleh Sang Pencipta melalui alam ini.
Kejadian siang hari tersebut masih tersirat dalam benak diri sehingga di depan laptop menjadikan ide untuk menulis makna atau pelajaran dari kejadian lalat yang terperangkap banjir itu. Cerita tentang sebuah lalat yang terperangkap di dalam makanan yang larut di banjir sungai dekat rumah. Diri melihat bagaimana lalat masih asyik menikmati makanan yang ada namun mungkin lupa bahwa dirinya terperangkap dalam bahaya.
Makna yang dapat di dapat dari hal tersebut setelah dicermati secara mendalam tak ada ubahnya dengan perilaku diri sebagai manusia yang sangat terlena dengan "makanan" walaupun sebetulnya ada sesuatu bahaya yang mengancam. Mengapa demikian? Karena diri berpikir bahwa dalam hidup kita aktivitas kehidupan mengharuskan untuk selalu waspada dengan apa yang terjadi. Namun karena ketamakan atau ego diri yang mendalam menjadi lupa pada kondisi diri manusia sesungguhnya.
Ego membuat diri buta
Ketika diri sudah terpenjara dalam ego maka aktivitas dalam kehidupan sehari-hari adalah memiliki tujuan untuk self interest. Bahkan dalam bekerja pun diri hanya untuk mementingkan kepentingan sendiri. Apapun akan dilakukan agar self interestnya terpenuhi.
Diri yang terjebak dalam self interest ini mengakibatkan diri lupa untuk "baca dan belajar". Artinya memang mungkin mereka secara logika rasional diri selalu membaca dan belajar namun yang dibaca adalah sesuatu pemahaman agar dirinya dapat mencapai keinginannya sendiri. Sehingga lupa akan keinginan atau kepentingan orang lain yang lebih banyak membutuhkan hasil dari pemahaman atas segala sesuatu yang dibaca.
Hal ini berdampak diri menjadi "orang buta" yang hidup ditengah terangnya kehidupan di dunia ini. Mengapa demikian? karena diri kita yang terpenjara dalam ego diri walaupun diri kita sebetulnya adalah orang yang berkuasa namun ibarat diri hidup seperti katak dalam tempurung.
Dikatakan hidup seperti katak dalam tempurung karena kehidupan kita akan selalu memiliki keyakinan diri bahwa apa yang diusahakan adalah karena diri kita dan semua orang harus tahu bahwa posisi dan keberadaan diri kita dalam kehidupan selama ini. Dan orang lain tidak akan bisa menyamai atau tidak bisa melakukan semua aktivitas kehidupan akibat keberadaan diri ini.
Hal ini sebetulnya diri secara hakekat menyebutkan kelemahan diri kita sendiri namun tidak pernah menyadarinya. Sehingga sebetulnya diri kita menjatuhkan posisi dan situasi diri di mata orang lain bahkan di mata Sang Pencipta. Perilaku diri yang demikian karena diri memiliki kapasitas kecil namun selalu membesar-besarkan dan menunjukkan bahwa diri kita adalah orang yang berkapasitas besar ketika hendak berhubungan atau berhadapan dengan orang lain.
Ketidaksadaran diri kita yang seperti ini adalah hal yang biasa terjadi di era sekarang ini bahkan banyak yang berlomba untuk menunjukkan eksistensi diri di mata orang lain agar diri menjadi terkenal. Semua ini dilakukan karena diri memiliki self interest yang tinggi karena dikuasai oleh ego diri yang besar.
Diri yang dikuasai oleh ego karena sebetulnya diri adalah manusia-manusia yang kalah dalam peperangan. Peperangan yang dimaksud adalah perang yang ada dalam setiap diri manusia. Seperti diketahui bahwa setiap diri manusia memiliki dua unsur yaitu unsur kebaikan dan keburukan. Dua unsur ini selalu berperang dan mempengaruhi diri dalam setiap aktivitas kehidupan. Dan ketika diri dikuasai oleh ego maka diri menjadi buta diakibatkan unsur kebaikan atau kebenaran kalah dan didominasi dengan unsur ketidakbaikkan, dan inilah disebut sebagai diri yang kalah dalam peperangan.