Lihat ke Halaman Asli

Hama Masyarakat, Hama Keluarga, dan Hama dalam Diri Sendiri

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di dalam wejangannya tentang hidup bermasyarakat, Ki Ageng Suryomentaram menguraikan, “Supados lestantuning raga setiyaripun dados pangupajiwa, lan lestantuning jinis dados laki-rabi. Inggih pangupajiwa lan laki-rabi punika raos rakyat. Yen sampun terang dhateng rakyat wau, kita lajeng saged tumandang ngadhegaken panguwaosipun lan mbela rakyat sarana mbrantas amanipun. Dados ngadhegaken panguwasa rakyat punika mbrantas ama rakyat. Ama rakyat punika ama pangupajiwa lan laki-rabi. Yen ama wau sirna. Rakyat dados kuwasa, tegesipun boten wonten ingkang ganggu gawe. Inggih punika tujuwaning masyarakat.

Wujuding ama rakyat ingkang ngrusak pangupajiwa, kadosta: pandung, kecu, tukang ngapusi, tukang mejahi tiyang, lan sapanunggalanipun. Wonten malih ama rakyat ingkang ngrisak pangupajiwa, nanging asring dereng dipun akeni, inggih punika: kere. Senajan wujudipun memelas, nanging kere wau raosing sewenang-wenang, yen dipun teliti raosipun.”

(Untuk dapat melestarikan raga, sudah semestinya jika manusia berusaha untuk mendapatkan sumber penghasilan—yang tidak merugikan sesamanya tentu saja—dan untuk melestarikan spesies manusia di muka bumi, sudah seyogyanya jika saling berkeluarga. Memiliki sumber penghasilan dan berkeluarga adalah pemenuhan rasa bermasyarakat yang paling mendasar. Jika kebutuhan yang paling mendasar tersebut telah terpenuhi, maka menegakkan kedaulatan masyarakat dan memberantas hama-hamanya adalah sebuah keniscayaan. Ya, jika hama masyarakat telah berhasil diberantas dengan tuntas, maka dengan sendirinya setiap rakyat akan berdaulat dan tidak mendapatkan gangguan dalam memenuhi kebutuhannya yang paling mendasar tersebut. Itulah tujuan dalam bermasyarakat.

Karena kebutuhan mendasar masyarakat ada dua macam, yaitu memiliki penghasilan dan berkeluarga, maka yang disebut sebagai hama masyarakat juga ada dua macam. Yang pertama adalah hama masyarakat yang menghambat atau mempersulit warga di dalam mendapatkan penghasilan. Contoh hama masyarakat dalam kategori pertama ini adalah: perampok termasuk di dalamnya para koruptor uang negara, penjahat, penipu, pembunuh, dan semacamnya. Ada juga, hama masyarakat yang belum teridentifikasi dengan baik, yaitu orang-orang yang bermental pengemis(kere). Orang-orang bermental pengemis yang di

antaranya terkadang membuat iba tersebut, jika dicermati dengan seksama sesungguhnya juga merupakan orang-orang yang bersikap arogan di dalam rasanya).

“Dene ama rakyat ingkang ngrisak laki-rabi punika wujudipun kupu malem lan ingkang ngincup kupu malem. Ing ngriki wonten reribed wujud pamanggih, yen ama rakyat ingkang ngrisak laki-rabi punika namung kupu malem, lan ingkang ngincup kupu malem boten dipun anggep ama, pamanggih makaten punika lepat.”

(Adapun hama masyarakat yang kedua adalah yang merusak kedamaian dalam berkeluarga. Wujudnya adalah para pelacur dan orang-orang yang melacur. Di sini acap kali terjadi pendapat yang membingungkan di mana yang dianggap sebagai hama perusak keluarga atau rumahtangga adalah hanya para pelacur, dan tidak menganggap mereka yang melacur sebagai hama perusak rumahtangga. Pendapat yang demikian itu sudah jelas-jelas salah).

Meski sangat simpel, di mana sebelumnya Ki Ageng Suryomentaram memisahkan hama masyarakat dari masyarakat. Ya, hak-hak masyarakat perlu dibela dan dilindungi, dan sebaliknya hama masyarakat harus dibasmi hingga ke akar-akarnya dan tak boleh dibela dan dilindungi dengan cara apa pun. Terkait dengan hama masyarakat tersebut, penulis tidak merasa perlu untuk menambahkan penjelasan.

Adapun hama keluarga atau hama rumahtangga, meskipun Ki Ageng Suryomentaram tidak secara eksplisit menjelaskannya di dalam kawruh laki-rabi, namun perlakuan terhadapnya tentunya juga sama. Ya, karena Ki Ageng telah menegaskan bahwa keluarga adalah inkubator dari masyarakatnya.

Hama keluarga atau hama rumahtangga, adalah pihak-pihak yang membuat rapuh tentang adanya kedaulatan dalam rumahtangga. Secara sederhana, ketika ada seseorang yang telah bertekad membina hubungan dalam sebuah keluarga atau berumahtangga, maka keluarga atau rumahtangganya haruslah menjadi prioritas utamanya. Ya, jika rumahtangga tersebut baru terdiri dari suami dan istri misalnya, maka siapa pun dari keduanya yang tidak dapat memproritaskan kepentingan keluarga intinya melebihi keperluan yang lain, maka sesungguhnya ia telah “berselingkuh” atau dapat disebut sebagai hama keluarga.

Jadi, perselingkuhan dalam sebuah keluarga, tidak hanya dikarenakan oleh suami atau istri yang memiliki idaman lain, tapi juga apabila salah satu di antara keduanya membelanjakan atau membagikan penghasilan keluarga di luar kepentingan keluarga inti dengan tanpa persetujuan kedua belah pihak. Ya, dalam perspektif Suryomentaraman yang penulis pahami, jika suami dan istri sama-sama memiliki penghasilan, maka baik si suami maupun sang istri sama-sama tak bisa semaunya sendiri dalam mengelola penghasilannya. Apa pun alasannya!

Terakhir adalah hama dalam diri sendiri. Hama dalam diri sendiri dalam perspektif Suryomentaraman yang penulis pahami, adalah ketika orang bertindak tidak semestinya. Yaitu, orang yang tindakannya senantiasa dilatari oleh rasa suka atau tidak suka (like or dislike alias dhemen-sengit).

Bintaro, 21 Juli 2013 12:04.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline