Lihat ke Halaman Asli

Andi MuhaiminDarwis

Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Evaluasi kinerja Komnas HAM : Hak Asasi Manusia dan Kekeliruan Kerangka Berpikir

Diperbarui: 8 Maret 2019   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Hal yang dianggap benar tetap harus dievaluasi secara temporer. Semakin dia bertahan, semakin ia mendekati kebenaran. Suatu hal tak akan menjadi sebuah kebenaran tanpa proses evaluasi mendalam.

Maraknya bencana akhir-akhir ini mengajak saya untuk merenungi secara komprehensif problem sosial masyarakat, yang tentunya sedikit atau banyaknya akan mempengaruhi besar atau kecilnya bencana. Saya yakin bahwa gagasan tersebut merupakan kesepakatan setiap keyakinan yang merupakan implementasi dari sebuah keimanan masing-masing umat beragama. Telah kita sepakati bersama bahwa selain dari kehendakNya, maka tokoh selanjutnya yang juga memiliki andil dalam hal ini adalah manusia. Semua agama menilai bahwa, jika manusia telah masuk kepada fase kebobrokan, maka bencana ataupun kiamat menjadi sebuah keniscayaan.

Di Indonesia sendiri, membuat peraturan tentang hak dan kewajiban manusia agar tidak terjadi penyimpangan dan perebutan hak individu terhadap yang lainnya adalah hal yang dinantikan dari dahulu kala. Dari perkumpulan Boedi Oetomo, Serikat Islam, sampai Indische Partij, semua menginginkan aturan baku dan tertulis untuk kemerdekaan manusia, di saat norma non-tekstual sudah tidak lagi menjadi kunci kerukunan.

Pemikiran tersebut terus terngiang seiring jutaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) terjadi di Indonesia. Sebagai kado untuk rakyat, maka pada tanggal 7 Juni 1993 dibentuklah KOMNAS (Komisi Nasional) HAM. Dibentuk atas dasar kesepakatan rakyat Indonesia sebagai langkah preventif untuk pelanggaran yang lebih banyak lagi.

Semenjak terbentuknya KOMNAS HAM, perlu kita apresiasi bersama bahwa lembaga ini bekerja cukup baik karena banyak melahirkan peraturan tegas dan jelas mengenai problem kemanusiaan di Indonesia sebagai dasar fundamental manusia dalam berhak dan berkewajiban kaitannya dengan hukum. Sehingga praktik penindasan secara gamblang tidak lagi terjadi, kekerasan terhadap individu juga dapat diberikan hukum dengan dasar yang jelas. Bisa dibayangkan bila tak ada peraturan semacam ini di Indonesia. Mutilasi tetap saja menjadi hal yang dikecam masyarakat tetapi hanya sebatas itu, penculikan juga tetap saja menjadi hal yang ditangisi masyarakat namun tidak diaminkan oleh petugas dan penegak hukum.

Seiring bergulirnya zaman, maka KOMNAS HAM mau tidak mau harus membuat formulasi hukum terbaru di tengah permasalahan kemanusiaan di Indonesia yang beranak-pinak. Hal itu bertujuan agar KOMNAS HAM tetap menjadi pijakan orang-orang yang ingin mengadu. Sebagaimana yang kita ketahui, makin ke sini Indonesia makin diselimuti oleh problem kemanusiaan yang semakin tidak jelas arahnya. Berawal dari penculikan, penyelundupan manusia, pemerkosaan, penjualan bayi dan balita, penjualan organ, mutilasi, bahkan sampai kasus LGBT (Lesbian Guy Biseksual dan Transgender). Hal tersebut yang membuat negara ini samakin krisis akan moralitas. Kehidupan ini betul-betul dianggap sebagai sendagurau, sehingga nyawapun kadang melayang hanya karna sendagurau.

Pembaca yang terhormat, pemilihan presiden beberapa saat yang akan datang menjadi sorotan tersendiri bagi kinerja KOMNAS HAM. Bagaimana tidak, topik ini menjadi bagian dari debat pilpres kemarin. Dari berbagai prestasi KOMNAS HAM, ternyata tersimpan banyak kasus yang belum terselesaikan namun terkesan dipaksakan untuk disudahi.

Rupanya ada ironi HAM dibalik pesatnya zaman. Tuduhan pelanggaran HAM yang disematkan kepada Prabowo Subianto membuka catatan buruk KOMNAS HAM. Dari tahun 1998, kasus ini tak kunjung selesai dan masih menjadi pekerjaan rumah ataupun pekerjaan yang ditinggalkan di rumah oleh pihak yang bersangkutan. Sehingga hal ini menyulitkan beliau dalam setiap kampanye, meskipun beliau mengelak dan menantang.

Semestinya KOMNAS HAMlah yang bertanggung jawab atas ketidaknyamanan beliau selama 20 tahun lamanya. Lagipula Prabowo Subianto selama ini dengan tenang berada di Indonesia, mengapa tidak diproses? Sedikit lebih maju, siapa yang tidak mengetahui kasus Munir tahun 2004 yang disenandungkan oleh grup band Efek Rumah Kaca.

Hingga saat ini, semua pelaku masih belum diketahui meski telah dilakukan penyelidikan dengan waktu bertahun-bertahun. Novel Baswedan, seorang penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang disiram dengan air keras pada subuh hari 2 tahun yang lalupun belum menuai titik terang, hanya sekedar penjelasan kronologi.

Dari kasus di atas, saya dapat menilai bahwa KOMNAS HAM adalah lembaga yang adil kecuali untuk kasus di atas. Artinya apa? Kepentingan serta kekuatan masih berada satu titik di atas keadilan. Keadilan ada pada orang yang memiliki kepentingan dan kekuatan. Keadilan tidak akan didapatkan bagi siapa saja yang masuk pada daftar blacklist kalangan penting dan kuat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline