Lihat ke Halaman Asli

Muh Fahrurozi

Penikmat Kopi

Skema Satu Provinsi-Satu Suara: Sebuah Refleksi Dejawanisasi Sistem Pilpres Indonesia

Diperbarui: 2 November 2023   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: MudaNews

PEMILIHAN presiden merupakan salah satu rutinitas penting dalam sebuah negara demokrasi. Indonesia sendiri telah melewati berbagai dinamika pemilihan presiden sejak awal kemerdekaanya, mulai dipilih oleh PPKI, kemudian oleh MPR, sampai setelah reformasi 98 dilakukan pemilihan langsung berdasarkan suara mayoritas nasional yang dimulai pada tahun 2004; di mana suara dari seluruh rakyat Indonesia dihitung secara akumulasi di tingkat nasional.

Namun, masalah dominasi satu pulau yang terjadi dalam kurun waktu beberapa periode kepresiden terakhir ini, memunculkan sebuah wacana dan diskusi baru tentang kemungkinan perlunya mengubah skema pemilu presiden menjadi berbasis satu provinsi-satu suara. Ide ini menurut saya tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga akan mengundang perdebatan yang serius tentang kemungkinan dan konsekuensi atas ide ini.

Melalui tulisan ini, saya akan coba menjelajahi ide reformasi sistem pemilu ini dengan mengeksplorasi argumen berdasarkan kondisi Indonesia yang senyatanya saya rasakan dan lihat saat ini, serta mengidentifikasi potensi dan konsekuensi yang mungkin terjadi.

Indonesia, bukan Jawanesia

Indonesia terbentuk dari banyak keragaman budaya, bahasa, agama, dan etnis yang membentuk identitas nasional yang kuat, dimana Pulau Jawa memang menjadi pusat kegiatan politik dan ekonomi. Penting untuk diingat bahwa Indonesia bukan hanya sekedar Jawa.

Menjelang Pilpres, sering kali terjadi dinamika dan kritik tentang pemusatan perhatian pada satu pulau, Pulau Jawa, di mana populasi pemilih terbesar Indonesia berada. Namun kita harus selalu mengingat bahwa Indonesia adalah negara yang heterogen, yang punya masalah, aspirasi, dan kebutuhan yang berbeda di setiap provinsi. Oleh karena itu, kebijakan, diskursus diskusi dan kampanye politik harus mencerminkan keragaman ini dan memastikan bahwa kepentingan seluruh daerah diwakili dengan baik.

Perpolitikan Indonesia, terutama dalam hal Pilpres jangan lagi sebatas otak-atik pasangan dengan tujuan untuk menguasai suara mayoritas di satu pulau; yang membuat arus perhatian publik hanya berada di lingkaran itu. Sehingga isu-isu yang terjadi di pulau lain sama sekali tidak diperhatikan. Seperti halnya kasus penggusuran masyarakat Rempang dan kasus lainnya yang sama sekali tidak menjadi wacana publik untuk didiskusikan oleh para calon karena secara kuantitas pemilih berbeda jauh dengan yang ada di Jawa.

Pemilihan presiden adalah momen penting, di mana rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih pemimpin yang akan memimpin mereka dan membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, sangat perlu untuk menjaga proses Pilpres sebagai sarana yang adil, inklusif, dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dikotomi Jawanesia sudah saatnya dihentikan, kepada para praktisi dan pelaku politisi nasional, sudah harus mulai memperluas skop pembicaraan dan perhatiannya pada Indonesia yang utuh,  Indonesia secara keseluruhan, dengan cara itu kita bisa membuat harapan bahwa kebijakan publik dan tindakan pemerintah dapat mencerminkan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.

Reformasi Skema Pilpres Berbasis Satu Provinsi-Satu Suara

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline