Lihat ke Halaman Asli

Muh Fahrurozi

Penikmat Kopi

Pemuda, Antara Bonus dan Minus Demografi

Diperbarui: 10 September 2018   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Penulis

Mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita ketika mendengar istilah "Bonus Demografi". Menurut hasil prediksi, Bonus tersebut  puncaknya ada pada tahun 2020-2030.

Jumlah pemuda Indonesia pada saat itu yang terbilang sangat banyak, seharusnya bisa menjalankan berbagai sector, baik level dalam Indonesia maupun Internasional.

Namun, ketika menelitik kembali bagaimana kondisi yang terjadi dewasa ini, istilah "bonus demografi" ini perlu dipertimbangkan kembali, jangan sampai istilah itu malah terasa seperti "minus demografi".

Secara tidak sadar dan tidak kasat mata, sebenarnya pemuda kita saat ini sedang dalam proses dilemahkan. Pemuda kita tidak dilemahkan menggunakan senjata dan ataupun menggunakan peralatan-peralatan lainya yang sifatnya bisa melemahkan.

 Pemuda kita sedang dilemahkan pemikiranya dengan segala macam hiburan-hiburan yang ditawaran. Sepintas hiburan yang ditawarkan memang sangat mengasikan, sehingga orang-orang termasuk pemuda cenderung terjebak didalamnya.

Lihat saja bagaimana kebanyakan pemuda hari ini yang tidak lagi idealis. Hal ini terlihat bagaimana mereka menurunkan kualitas tujuan hidupnya sendiri.

Dulu tujuan hidup pemuda ialah untuk bisa diakui karya-karya-nya, menciptakan sesuatu ide yang membangun yang memiliki manfaat untuk masyarakat luas.  Namun, jika kita mesandingkanya dengan  kebanyakan pemuda hari ini, jujur saja tujuannya sangat menyedihkan. Bagi mereka, tujuan hidupnya cukup dengan pengakuan orang lain di media maya.

Bergunanya kita bagi masyarakat bukan lagi sebagai parameter untuk menunjukan seberapa hebat kita. Kini jumlah followers, likes, dan juga komentar justru menjadi parameter yang kongkrit untuk menunjukan kehebatannya.

Pemuda-pemuda kita semakin hari semakin disibukkan dengan menciptakan kehidupan lain didunia maya, mereka memeprlihatkan kehebatan-kehebatan mereka disana, harapanya supaya mendapat pengakuan dan pujian.

Padahal kalau kita berpikir secara logis, pengakuan yang kita dapatkan didunia maya hanya mendatangkan pengakuan secara maya pula. Itu yang tidak sampai di pikirkan oleh pemuda kita, pegakuan itu hanya fana dan tidak nyata. Hal seperti ini yang menjadi bahan renungan kita sebagai pemuda yang nantinya akan melanjutkan cita-cita leluhur kita.

Terlalu banyak waktu yang terbuang sia-sia untuk menciptakan dunia yang fana itu. Bayangkan saja bagaimana jika dalam sehari kita menghabiskan waktu 1 jam untuk hal yang tidak bermanfaat, maka dalam setahun kita sudah kehilangan sebanyak 365 jam. Itu baru perhitungan satu jam, belum berjam-jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline