Dewasa ini, kehidupan manusia sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari sosial media. Kemudahan dan kecanggihan media sosial yang mampu menembus batas-batas ruang dan waktu menjadi satu dari beberapa kelebihan lain dari media sosial.
Meski berada dalam kamar tidur atau bahkan dalam kamar mandi sekalipun, seseorang dapat mengakses seluruh informasi di media sosial termasuk konten-konten politik dan media sosial memiliki peran dalam perkembangan demokrasi masa kini.
Kehadiran media sosial saat ini bukan sekadar berfungsi sebagai instrument eksistensi diri, tetapi lebih dari itu kehadirannya turut memberikan pengaruh terhadap iklim politik suatu negara. Teruntuk negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi, media diposisikan sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legilatif dan yudikatif.
Media sosial kini hadir menjadi instrument utama (primer) bagi para politisi untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Bahkan secara mendalam, media sosial sudah melampaui fungsinya sebagai instrument sebab media sosial sudah menjadi bagian dari pesan itu sendiri.
Melalui media sosial, ini para politisi berupaya untuk membranding diri mereka, sehingga bisa menarik perhatian para konstituen (pemilih). Bahkan dengan adanya media sosial ini, instrument media-media konvensional sudah mulai tergeser posisinya sebagai alat untuk berkampanye.
Sejalan dengan itu, Nasrullah (2015) menjelaskan bahwa media sosial merupakan suatu medium di internet yang bisa memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual.
Dalam media sosial, tiga bentuk yang merujuk pada makna bersosial adalah pengenalan (cognition), komunikasi (communicate) dan kerjasama (co- operation). Penggunaan media sosial memiliki alasan tertentu.
Misalnya, biaya yang digunakan terhitung ekonomis ketimbang membuat spanduk dalam jumlah yang banyak jelas lebih banyak mengahabiskan biaya. Selain itu, media sosial juga memungkinkan seseorang mendapatkan informasi kapan dan dimana saja selama masih terhubung dalam jaringan.
Bahkan dengan produksi pesan-pesan terus menerus yang bermuara pada hal positif bisa saja mempengaruhi khalayak, yang mungkin awalnya tidak suka akhirnya menjadi suka karena pesan-pesan politik yang ditawarkan di media sosial merepresentasikan keinginan mereka.
Berdasarkan uraian diatas, bisa dipahami bahwa media sosial adalah instrument utama dan ruang primer dalam kampanye/percakapan politik, sisa kecerdasan para politisi untuk memanfaatkan dengan mengatur agenda pesan politik apa yang ditawarkan. Menyingung soal agenda politik, hal ini bisa ditelaah melalui agenda setting.