Bonus Demografi adalah suatu masa yang terjadi, dimana suatu negara proporsi penduduk produktifnya (rentang usia 15-64 tahun) lebih besar, yang ditandai dengan melimpahnya jumlah usia kerja produktif, yang apabila berhasil dikelola dengan baik akan menguntungkan dari sisi pembangunan, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Imbasnya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Mengapa dianggap sebagai bonus? Ini karena hanya terjadi sekali dalam seumur sejarah sebuah bangsa dan tidak akan terjadi lagi setelahnya.
Untuk Bangsa Indonesia, bonus demografi diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2020 sampai dengan tahun 2030. Sebuah masa emas kependudukan yang diharapkan akan menjadi "jembatan emas kesejahteraan" bagi seluruh rakyat Indonesia.Namun apabila ingin memperoleh manfaat besar dari bonus demografi ini, kita harus memiliki :
- Sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi pendidikan, kesehatan, keterampilan dan lain-lain yang menjadi penunjang primer maupun sekunder kehidupan. Hanya dengan menjadi masyarakat yang berkualitas, akan dapat menjadi sumber daya yang mandiri dan siap bersaing dalam dunia kerja, yang secara otomatis akan menunjang kemajuan bangsan dan Negara.
- Terbukanya peluang kerja yang lebar diberbagai sektor keterampilan yang mampu menyerap limpahan tenaga kerja usia produktif lokal, untuk mengurangi pengangguran agar kesejahteraan dapat meningkat pesat.
- Meningkatnya tabungan di tingkat rumah tangga. Setiap rumah tangga memiliki potensi untuk membuka suatu usaha melalui tabungan, yang akan memberi lapangan pekerjaan untuk orang lain disekitarnya sehingga angka pengangguran menurun.
- Dan yang terakhir, peran perempuan yang masuk ke dalam pasar kerja akan membantu peningkatan pendapatan rumah tangga sehingaa akan lebih banyak lagi mencetak penduduk usia produktif yang benar-benar produktif.
Jepang yang telah pernah mengalami bonus demografi pada tahun 1950, berhasil membuat Jepang melesat menjadi negara dengan kekuatan ekomoni tertinggi ke-3 di dunia pada dekade 70-an, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Lalu bagaimana dengan Indonesia yang sampai saat ini diperkirakan memiliki modal SDM yang sama dengan Jepang pada tahun 1950an?. SDM di Indonesia bahkan diprediksi akan meningkat pesat hingga pada tahun 2035. Benar-benar sudah siapkah kita?
Karena yang menjadi masalah adalah kuantitas SDM yang tidak di imbangi dengan kualitas yang memadai (ditandai dengan masih tingginya angka pengangguran), tenaga kerja yang kurang skill/spesialisasi keterampilan (dunia pendidikan kita masih kurang proritas kejuruan), dan termasuk pengelolaan SDA yang buruk bisa saja membuat kita gagal mengelola bonus demografi sehingga malah akan menjadi bencana demografi.
Apakah peluang kerja yang ada sudah siap menyerap tenaga kerja lokal, ataukah sumber daya lokal kita akan mampu menciptakan lapangan kerjanya sendiri? Apakah kualitas kesehatan penduduk kita bisa menunjang kemampuan persaingan ini?
Apakah lulusan lembaga pendidikan kita sudah mempunyai ilmu yang cukup untuk bersaing dengan orang asing lalu kemudian menjadi pemimpin dari setiap olah usaha yang ada, atau jangan-jangan hanya menjadi buruh/kuli bagi orang asing yang justru berhasil memanfaatkan keadaan? Paling celaka kalau hanya mampu menjadi penonton yang sabar.
Pertanyaan kritis ini harus ada dalam fikiran kita semua, sebagai bahan koreksi diri karena sebagai warga Negara, harus bisa menyiapkan diri dan angkatan kerja kita untuk menyambut tahun bonus demografi, yang menurut perkiraan pemerintah akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2030.
Alasan munculnya bonus demografi ini adalah karena pemerintah menganggap bahwa program pengendalian jumlah penduduk (KB) telah berhasil, sehingga kita sudah bisa menghitung peluang. Salah satunya adalah dengan berhasilnya program keluarga kecil sejahtera (2 anak cukup). Ibu-ibu yang hanya memiliki 2 anak akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkarir dan memasuki peluang kerja, karena tidak akan direpotkan lagi dengan urusan domestik.
Selain itu diharapkan jumlah tabungan masyarakat bisa lebih besar, sehingga dapat menunjang kehidupan sehari-hari dan menunjang SDM non produktif di lingkungannya (balita,anak dibawah 15 tahun dan manula).