Tanggal 23 Mei lalu, kira-kira 100-an orang kompasianer menghadiri Nangkring Kompasiana: Gerakan Nasional Non Tunai di Bank Indonesia (BI) Makassar. Adalah Mas Nurulloh yang bertindak sebagai moderator, memandu 3 orang nara sumber. Ketiga nara sumber membahas tentang penggunaan transaksi non tunai (transaksi yang tidak menggunakan uang cash) di hadapan para kompasianer.
Kang Pepih Nugraha – pendiri Kompasiana memberikan kata sambutannya. Lelaki yang menganggap Makassar sebagai kota keduanya ini mengatakan bahwa ia mengikuti gerakan non tunai dan mendapatkan pengetahuan bahwa BI telah mengeluarkan dana sebesar 3 triliun rupiah untuk uang tunai. Dengan uang sebanyak itu, Kang Pepih berandai-andai – alangkah bagusnya bila bisa digunakan untuk mencegah inflasi atau untuk penggunaan lainnya. Kang Pepih pribadi sudah mempraktikkan transaksi non tunai. Kini ia tak membawa-bawa uang cash lagi.
[caption id="attachment_421299" align="aligncenter" width="450" caption="Kang Pepih - pendiri Kompasiana memberikan sambutannya"][/caption]
[caption id="attachment_421301" align="aligncenter" width="400" caption="Pak Deri memberikan sambutannya"]
[/caption]
Pak Deri dari Bank Indonesia, dalam sambutannya mengatakan bahwa 99,4% transaksi di Indonesia menggunakan uang tunai (cash). Pak Deri sendiri sudah mempraktikkan transaksi non tunai. Ia mengatakan sekarang sudah menggunakan “uang plastik” sebagai pengganti uang tunai. Menurutnya, uang tunai banyak risikonya, di antaranya: lebih mudah dicuri/dirampok dan tidak higienis.
Ia mengatakan, berkenaan dengan transaksi non tunai – Sulawesi belum sebaik Jawa. Di Sulawesi, Perkembangan kebutuhan uang tunai (untuk transaksi tunai) semakin besar. Untuk transaksi tunai, biaya bank untuk pengolahan uang harus besar. Tiap tahun bank harus sediakan ATM 200 unit. Kartu debet sebenarnya bisa digunakan untuk transaksi non tunai. Memakai kartu debet bisa belanja dulu baru gesek, tidak perlu ke ATM dulu untuk tarik cash. Anehnya di Solawesi, kebanyakan orang tarik cash dulu baru belanja. Karena itulah BI menyasar Sulawesi (termasuk Makassar, tentunya) untuk menyosialisasikan Gerakan Non Tunai, dimulai dari komunitas dan anak muda. Beberapa waktu yang lalu di Universitas Negeri Makassar diselenggarakan sosialisasi non tunai dan lomba stand up comedy.
[caption id="attachment_421302" align="aligncenter" width="450" caption="Peserta Jelajah Non Tunai Makassar"]
[/caption]
[caption id="attachment_421304" align="aligncenter" width="450" caption="Tiga nara sumber Nangkring Kompasiana - BI Makassar"]
[/caption]
Pak Deri kemudian menceritakan nasib uang yang beredar di Indonesia. Uang logam dikeluarkan BI dalam jumlah besar tapi tidak pernah kembali. Sebaliknya, uang kertas akan kembali,kalau lecek masih bisa diganti. Uang logam dijadikan uang kembalian, bukan alat transaksi. Letaknya di mana-mana. Ada di kantong, di bawah meja, berserakan, dan lain-lain. Orang kita lebih menghargai uang dollar daripada rupiah. Uang dollar "tidak boleh lecek". Rupiah dicuekin. Pak Deri berpesan: uang rupiah jangan di-staples, jangan lecek supaya masih bisa dipergunakan. Di BI kalau uang rusak, berkurang nilainya.
Ibu Nanik Sekarningsih dari BI – dalam sambutannyamengatakan ini gerakan Nangkring kerja sama dengan Kompasiana yang ke-5. Ada 3 tugas pokok BI: moneter, stabilitas keuangan, sistem pembayaran, dan menjaga sistem pembayaran. Nangkring Kompasiana di BI ini adalah bagian dari tugas ke-3: mengenai sistem pembayaran dan menjaga sistem pembayaran. Adalah penting menjaga kestabilan harga. Kenaikan harga yang terus-menerus bisa menyebakan inflasi. Angka 4 plus minus 1% adalah target inflasi tahun 2015. Tingkat BI rate mempengaruhi inflasi. BI menaikkan/menurunkan suku bunga BI rate jika dianggap perlu. BI Rate ditransmisikan dalam berbagai jalur (suku bunga, dll).
Materi inti – talkshow hari ini berlangsung sebanyak 3 sesi, dengan nara sumber Ibu Katrina dari BI, Bapak Dicky Jatnika, dan Ibu Agustina. Ibu Katrina mengulas latar belakang BI membuat gerakan non tunai, Bapak Dicky mengulas tentang “bagaimana caranya”, dan Ibu Agustina mengulas tentang Layanan Keuangan Digital (LKD).
Dalam presentasinya, Ibu Katrina memperlihatkan rasio uang elektronik terhadap konsumsi. Masyarakat Pulau Jawa paling banyak menggunakan non tunai. Di Sulawesi Selatan rasionya: 0,025 – 0,073.
[caption id="attachment_421305" align="aligncenter" width="450" caption="Stand Up Comedy, dibawakan oleh Oci"]
[/caption]
[caption id="attachment_421307" align="aligncenter" width="410" caption="Foto bersama para pemenang kuis, nara sumber, dan pejabat BI"]
[/caption]
Uang elektronik ada dua macam: ada bentuk kartu dan ada bentuk HP. Uang elektroik: disetor di awal, alat pembayaran, disimpan dalam media tertentu, bukan simpanan, dan tidak memperoleh bunga.
Uang elektronik terbagi berdasakan media dan berdasarkan pencatatatan. Contoh: Dompetku (HP), kartu-kartu yang dikeluarkan bank, DOKU, Mynt, XL Tunai, Finpay, dll. Tempat transaksi, misalnya: AlfaMart, tol, dan provider telekomunikasi.
Secara nominal penggunai non tunai di Jakarta paling besar, penetrasi di sana sampai 0,17%. Secara umum penggunaan non tunai di dunia, Indonesia tumbuh pesat 26,6%. Kalau di Singapura transaksi ritel tunai 55,5%. Indonesia 99,4%.
Kelemahan uang tunai: biaya besar, kurang praktis, tidak tercatat. Sedangkan manfaat non tunai: praktis, akses lebih luas, transparansi dan keamanan, efisiensi rupiah, perencanaan ekonomi lebih akurat, dan velocity of money.
Melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), BI menggandeng kemenkeu, kemeneko, APPSI, pemda Jkt (14 Agust 2014). Jenis Transaksi Non Tunai: di pemerintahan, bisnis, dan pribadi. Misalnya: pajak via ATM, belanja di Alfa Mart, e-parking. Contoh: e-ticketing TransJakarta Januari 2013. Diharapkan ke depannya ada perubahan perilaku dalam masyarakat.
[caption id="attachment_421310" align="aligncenter" width="403" caption="Foto bersama Mas Nurulloh (atas) dan Kang Pepih (tengah)"]
[/caption]
Selanjutnya giliran nara sumber kedua: Pak Dicky dari ASPI: Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. Pak Dicky bertanya, apakah ada yang pernah pakai mobile banking? Perkembangan mobile banking saat ini luar biasa. Kenapa jika sudah ada di rekening, masih tarik tunai lalu membayar? Padahal bisa bayar non tunai.
Tentang sistem pembayaran, Pak Dicky menjelaskan tentang: high value payment system, medium value payment system , retail payment system, micro payment system (yang terakhir ini nilainya paling kecil dan cepat). Solusi untuk micro payment: uang elektronik (server based dan card/chip based). Konsep keunggulan e-money (uang elektronik/non tunai): mengikuti konsep uang tunai (tanpa nama, hilang tidak diganti). Keunggulan e-money: mudah disimpan, mudah digunakan, dan menghindari kebocoran anggaran. Benchmark penggunaan e-money: 90% untuk bayar transportasi, 10% untuk bayar retailer.
Non tunai kebanyakan digunakan untuk transportasi. Setelah itu ke merchant, retailer (card based). Memang butuh komitmen semua pihak agar bisa digunakan meluas. Pak Ahok adalah contoh penentu kebijakan yang berkomitmen mengimplementasikan uang elektronik. Masih banyak orang Indonesia belum punya akses ke bank (belum punya rekening). Inilah yang cocok untuk server based e-money.
Kartu pre-paid: pengganti cash, dapat diisi ulang kapan saja, tidak ada masa kadaluarsa, kartu hilang tidak diganti. Kartu ini digunakan untuk transaksi offline. Isi ulang dan lokasi topup, ada 2 proses: proses pengambilan dana dan proses pengisian dana ke kartu prabayar.
Jenis: (1) Cabang bank atau mitra EDC. Channels: on-site&off site. (2) ATM,. Channels: on-site&off site. (3) On-site&off-site (channels EDC) sumber: kartu debit. (4) Nasabah top up via laptop/HP &refill di lokasi 1 – 3. (5) NFC (channels:mobile apps) sumber: kartu debit (e commerce). Samsung baru support ini.
Fitur uang elektronil: belanja, top up, re-load top-up (online-offline), cek saldo, history transaksi. Contoh uang elektronik: Bank DKI - JakCard, dll. Kartu uang elektronik: saldo di kartu, transaksi offline(sifat), cocok untuk transaksi kecepatan tinggi nominal kecil.
Revolution of payment: ada 281 juta pengguna HP di Indonesia dengan 72 juta pengguna aktif internet(1). Jumlah smartphone mencapai 61 juta dan terbesar di AsTeng(2), tahun ini akan masuk 64 juta HP dan 26%-nya smartphone.
Pembayaran non tunai nantinya akan seperti New Payment Method berikut ini (yang membayarnya dengan menggunakan e-coupon melalui telepon seluler): NFC, auto billing notification, dan membayar dengan meng-input nomor HP.
Tantangan implementasi uang elektronik, menurut Pak Dicky adalah edukasi kepada masyarakat. Ketika moderator – Mas Nurulloh mempertanyakan apakah ASPI membuat ketentuan dari sisi keamanan, Pak Dicky menjawab bahwa ASPI akan update terus masalah security karena sifatnya krusial.
Ibu Agustina dari Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Pusat Program Transformasi BI 2015 membahas tentang Layanan Keuangan Digital (LKD). Ia mengatakan Layanan Keuangan Digital adalah bank merangkul agen sehingga bisa merangkul mereka yang tadinya excluded menjadi included. Agen harus lulus uji tuntas dari perbankan, punya usaha, dan punya deposit. LKD memudahkan akses banking utk warga pelosok.
Dalam hal ini, bank akan membuka kerja sama dengan agen perorangan (agen adalah penduduk setempat). Bank dan agen terhubung dengan teknologi. Data nasabah tercatat. LKD adalah bagian dari Strategi Keuangan Inklusif. Fakta menunjukkan bahwa di Indonesia, orang dewasa yang punya rekening di bank hanya sebanyak 36%. Sisanya – 64% dikategorikan sebagai “unbanked”.
Kategori “unbanked” adalah mereka yang hendak dirangkul. Ada 64% unbanked people sebagai target LKD, di antaranya petani, kelompok informal, disable, wanita, minoritas, penduduk pinggiran, penerima bantuan sosial, dan pengangguran. Dibandingkan beberapa negara di Afrika, Indonesia termasuk rendah. Kenya, penduduk dewasanya yang punya rekening di bank adalah sebesar 75%, sementara Tanzania 40%. Mengapa Indonesia bisa sebanyak itu? Karena Indonesia negara kepulauan dan jumlah penduduknya besar. Oleh karena itu muncullah LKD agar bank bisa hadir di pelosok-pelosok Indonesia. Banyaknya pengguna internet di Indonesia, memungkinkan diterapkannya LKD (sebagai bagian dari Strategi Keuangan Inklusif).
Strategi Keuangan Inklusif ada 2: (1) Penyusunan strategi financial inclusion. (2) Peluncuran program tertentu (seperti LKD, dll). Di negara-negara lain, strategi ini sudah lebih dulu booming.
Serunya acara Nangkring Kompasiana kali ini, ada kuis dan bagi-bagi hadiah. Selain itu ada pula pemberian hadiah kepada mereka yang live tweet-nya terpilih. Selain itu, stand up comedy yang dibawakan oleh Oci membuat acara Nangkring kali ini semakin meriah. Oci berhasil mengocok perut hadirin. Bahkan Kang Pepih pun terpingkal-pingkal menyaksikannya.
Terima kasih Kompasiana dan Bank Indonesia, atas kesempatan menghadiri acara yang mencerahkan ini. Saya berharap akan ada acara menarik lagi dalam waktu dekat.
Makassar, 29 Mei 2015