Lihat ke Halaman Asli

Surga, Milik Orang Beriman dan Berbuat Baik

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

PRA-KATA

Sewaktu kecil hidup dikampung, sewaktu kuliah dan bekerja di perantauan, hingga saat sudah dewasa bekerja di negeri orang ; seringkali saya mendengar klaim dalam ceramah-ceramah agama – maaf, khususnya ceramah agama Islam – yang menyatakan hanya golongan mereka saja yang akan masuk surga. Benarkah demikian ?

Surga adalah tujuan akhir dalam proses panjang perjalanan hidup manusia yang beriman. Surga digambarkan sebagai kehidupan yang penuh rahmat, yang hidup ditemani bidadari yang takkan pernah layu di makan zaman, di surga disediakan apapun yang kita inginkan. Rumah, piring, mangkuk, gelas, dan semua peralatan terbuat dari emas. Pendek kata, hidup di surga adalah hidup yang penuh kenikmatan. Namun untuk bisa masuk ke dalam surga memerlukan tiket yang harus dibeli pada saat hidup di dunia ini, tiket tersebut harus dibeli dengan iman dan amal shaleh, atau dalam bahasa awamnya keyakinan dan perbuatan baik.

Sebagai sebuah tujuan akhir yang penuh kenikmatan, surga selalu dijadikan alat atau wahana sebagai ingatan bagi seseorang untuk mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan tercela dan sebaliknya berbanyak-banyak berbuat baik, dengan satu harapan : agar kelak masuk surga.

MENJALANKAN KEYAKINAN (AGAMA) DENGAN BAIK DAN BENAR

Disinilah peran agama atau keyakinan bermain, dimana agama atau keyakinan sebagai benteng penjaga moral selalu menjanjikan siapapun pemeluknya yang benar-benar beriman dan berbuat baik akan mendapat ganjaran kelak masuk surga. Tidak ada yang salah dalam konsep agama atau keyakinan apapun yang menjanjikan surga tersebut, sebab Allah sebagai pemberi wahyu keagamaan memang secara jelas memberikan jaminan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh sebuah surga yang penuh kenikmatan.

Sebagai benteng penjaga moral, sudah semestinya konsep agama atau keyakinan harus diterangkan secara baik dan benar, agar masyarakat pada umumnya bisa memahami konsep agama atau keyakinan dengan baik dan benar, dan mampu mengejawantahkan nilai-nilai luhur agama atau keyakinan tersebut dalam praktek kehidupan dengan baik dan benar, sehingga surga yang dijanjikan Allah dan menjadi tujuan akhir setiap orang tersebut benar-benar bisa menjadi miliknya kelak.

Namun sangat disayangkan, dikarenakan begitu besarnya harapan setiap orang untuk bisa masuk surga justru surga dijadikan alat atau wahana bagi sebagian juru dakwah atau seseorang yang memiliki keyakinan atau pemahaman tertentu untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat agar mau mengikuti keyakinan atau pemahaman sang juru dakwah tersebut. Lebih parah lagi jika transfer pemahaman atau proses penyampaian keyakinan atau pemahaman tersebut kepada masyarakat awam dilakukan dengan cara memaksakan kehendak ; seperti dengan mengatakan keyakinan atau pemahaman kelompok mereka saja yang benar ; atau dengan melarang melakukan perbuatan baik (amal shaleh) yang sudah menjadi adat kebiasaan atau budaya masyarakat dengan dalil-dalil penafsiran sendiri dengan mengatas-namakan Allah padahal faktanya Allah sendiri tidak menyebutkan dalil-dalil tersebut dalam Al-Quran.

Akan menjadi persoalan besar ketika ceramah para para juru dakwah adalah memiliki agenda tertentu atau pemahaman tertentu yang merasa paling benar sendiri, pada akhirnya proses penyampaian dakwah akan menyimpang dari waton-waton Islam yang semestinya penuh rahmat (rahmatan li l-alamin) ; seperti menyalahkan pemahaman orang lain, menyalahkan cara hidup orang lain, menyalahkan praktek atau ibadah orang lain, dan menyalahkan agama-agama lain. Sehingga ceramah bukan lagi memakai waton tetapi menjadi waton ceramah. Pendek kata, segala sesuatu yang tidak sehaluan dengan kelompok mereka akan dikatakan salah, dan semua itu mengatas namakan Allah SWT.

Jika demikian halnya, maka surga yang menjadi tujuan akhir tersebut belum tentu akan tercapai. Jangankan bicara jauh-jauh mengenai surga yang masih jauh dan tidak dapat kita lihat dimana keberadannya ; jika ceramah agama sudah dimasuki agenda terselubung, maka dapat dilihat dalam kehidupan nyata di dunia ini pastinya akan terjadi gesekan atau ketidak-nyamanan dalam kehidupan, seperti ; suami istri bertengkar soal syukuran (syukuran ala Jawa khususnya, yang umum disebut bancaan) karena di klaim syirik atau menyimpang dari ajaran Islam atau tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad; ketimpangan hidup para warga bukan menjadi wahana untuk saling tolong menolong atas nama ibadah dan sedekah namun sebaliknya menjadi sebuah pergunjingan; perbedaan pandangan bukan menjadi sebuah keberagaman dalam kesatuan tetapi justru menjadi alat untuk mencemooh atau menyalahkan atau menjelek-jelekkan pihak lain karena ego merasa benar sendiri dan ingin menang sendiri. Realita ini jika tidak segera disadari dan masih saja terus menerus berjalan dengan pemahaman yang merasa benar sendiri maka surga yang menjadi tujuan akhir itu bukan hanya tidak akan tercapai, namun akan sangat jauh panggang dari api.

Jadi, untuk siapakah surga itu sebenarnya ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline