Lihat ke Halaman Asli

Mugi

Let me know if you have a time machine

Putra Sang Saudagar

Diperbarui: 31 Oktober 2023   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@mugi4rt

Pada suatu ketika, hiduplah seorang saudagar kaya. Di kediamannya yang megah, ia tinggal bersama istri dan anak laki-lakinya. Karena tidak ingin anaknya merasakan kesulitan yang ia alami semasa muda, sang saudagar begitu memanjakan anaknya. Apa pun yang diminta sang anak, pasti dituruti oleh saudagar itu. Sesekali, saudagar kaya itu juga meluangkan waktu untuk pergi berwisata bersama anaknya. Mereka mengunjungi berbagai taman maupun tempat-tempat indah lainnya.

Suatu waktu, saudagar kaya itu kembali mengajak sang anak berwisata. Tetapi, tempat yang mereka kunjungi kali ini agak berbeda, yaitu sebuah desa pertanian yang terpencil. Daerah pedesaan yang minim fasilitas itu dipilih bukan tanpa alasan. Sang saudagar merasa bahwa usia sang anak cukup untuk mulai belajar. Untuk itu, ia merasa harus mulai mengajarkan nilai-nilai hidup kepada anaknya. Saudagar kaya itu ingin menunjukkan dunia di luar tembok megahnya pada anak yang ia manjakan itu. Sang saudagar ingin agar anaknya tahu bahwa ada banyak orang lain yang tidak seberuntung dia. Dengan begitu, anaknya bisa lebih bersyukur.

Bersama sang anak, saudagar kaya itu tinggal selama beberapa hari di gubuk reyot milik salah satu petani, makan seadanya, serta merasakan kehidupan ala petani daerah itu. Setelah beberapa hari, akhirnya sang saudagar mengajak anaknya pulang. Dalam perjalanan pulang, si saudagar menanyakan pendapat anaknya tentang perjalanan wisata yang baru saja mereka jalani.

"Sangat menyenangkan, Ayah!" Jawab sang anak antusias.

"Apa yang kamu pelajari dari perjalanan kita kali ini?"

@mugi4rt

Dengan mata berbinar, si anak mulai bercerita, "Kita memiliki satu ekor anjing peliharaan, mereka memiliki empat! Kita memiliki kolam renang, tetapi mereka memiliki sungai yang besar! Kita harus membeli makanan dahulu agar bisa makan, mereka bisa menanam makanan mereka sendiri! Di rumah kita ada beberapa lampu, tetapi mereka memiliki ribuan bintang yang sangat indah! Kita tinggal di dalam tembok sehingga aman, mereka dilindungi oleh teman-teman mereka! Kita harus menonton teater atau pergi ke luar untuk mendapat hiburan, tapi mereka menghabiskan waktu senggang bersama seluruh keluarga. Dan yang paling penting, kita harus menggunakan uang untuk mendapatkan semua yang kita butuhkan, sementara kebutuhan mereka dicukupi oleh Tuhan! Sungguh luar biasa, Ayah!"

Betapa kagetnya saudagar itu mendegar jawaban anaknya. Mulanya ia khawatir anaknya akan bosan dan mengeluh karena diajak tinggal di kawasan terpencil dan menjalani hidup yang sangat sederhana. Tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Sang anak bahkan memperlakukan petani petani pemilik gubuk yang mereka tumpangi dengan penuh rasa hormat dan tanpa memandang rendah sedikit pun. Padahal, selama ini anaknya terbiasa hidup mudah. Segala kebutuhannya dilayani oleh para pelayan.

"Terima kasih, Ayah, sudah menunjukkan kepadaku betapa miskinnya kita. Sekarang, aku tahu bahwa aku harus makin bersyukur," lanjut sang anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline