I. Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) menjadi landasan hukum penting dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan di Indonesia. Salah satu pasal yang krusial dalam undang-undang ini adalah Pasal 66, yang memberikan perlindungan hukum bagi individu atau kelompok yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, dalam praktiknya, pasal ini seringkali disalahgunakan untuk mengkriminalisasi aktivis lingkungan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas perlindungan hukum yang diberikan oleh Pasal 66 UUPPLH serta tantangan yang dihadapi oleh aktivis lingkungan dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Aktivis lingkungan, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam, justru kerap dihadapkan pada ancaman kriminalisasi. Mereka yang menyuarakan keprihatinan terhadap proyek-proyek pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan, seringkali dituduh melakukan tindakan melawan hukum. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai nasib perjuangan lingkungan di Indonesia. Apakah Pasal 66 UUPPLH benar-benar memberikan perlindungan yang memadai bagi para aktivis lingkungan? Bagaimana fenomena kriminalisasi ini dapat terjadi, dan apa dampaknya terhadap upaya pelestarian lingkungan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pijakan awal dalam menganalisis efektivitas Pasal 66 UUPPLH dalam melindungi aktivis lingkungan. Tulisan ini mencoba akan menyampaikan kasus-kasus kriminalisasi yang terjadi, mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, serta merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penguatan perlindungan hukum terhadap aktivis lingkungan dan mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi perjuangan lingkungan hidup di Indonesia.
II.Pembahasan
Pasal 66 UUPPLH menyatakan bahwa "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata." Pasal ini bertujuan untuk melindungi aktivis lingkungan dari ancaman hukum yang dapat menghambat upaya mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan. Namun, interpretasi dan implementasi pasal ini seringkali tidak sesuai dengan semangat perlindungan yang dimaksudkan.
1. Kriminalisasi Aktivis Lingkungan
Dalam beberapa kasus, aktivis lingkungan justru menjadi korban kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal lain di luar UUPPLH. Mereka dituduh melakukan pencemaran nama baik, penghasutan, atau bahkan tindak pidana lainnya yang tidak terkait langsung dengan aktivitas mereka dalam memperjuangkan lingkungan. Beberapa contoh kasus kriminalisasi aktivis lingkungan antara lain:
Kasus Golfrid Siregar: Aktivis lingkungan yang menyuarakan penolakan terhadap pembangunan pabrik semen di Kendeng, Jawa Tengah, dikriminalisasi dengan tuduhan penghasutan dan pencemaran nama baik.
Kasus Heri Budiawan (Budi Pego): Aktivis lingkungan yang menentang tambang emas di Banyuwangi, Jawa Timur, dipenjara dengan tuduhan menyebarkan komunisme karena mengibarkan bendera yang dianggap mirip dengan bendera Partai Komunis Indonesia (PKI).