Lumayan lama sekali tak kugoreskan tinta hitam ini. sampai aku merasa rindu sekali tak menekan huruf-huruf ini. tapi semua kerinduan ini akan pergi ketika jari jemari ini mulai menari-nari diatas keyboard di depanku ini.
Sangat menarik perhatianku ketika saat ini lagi marak-maraknya Lomba perebutan kursi keuasaan, eh kekuasaan apa kepemimpinan ya?hehe.. ya, tergantung yang menilainyalah nanti. Apakah jabatan itu dijadikan sebagai kepemimpinan atau kekuasaan.
Untuk menjadi pejabat politik seperti bupati, walikota, gubernur, dan bahkan setingkat kepala desa harus bermodalkan uang, sepertinya itu sudah menjadi pengetahuan umum bukan rahasia lagi. Semua orang sudah tahu, bahwa untuk menjadi calon pejabat politik harus bermodalkan tidak sedikit. Tanpa memiliki modal yang cukup sepertinya tidak akan mungkin seseorang bisa mencalonkan diri sebagai pejabat yang harus dipilih langsung oleh rakyat itu. Bener ya?hiks..
Jauh sebelum pemilihan kepala daerah digelar, biasanya para calon sudah memperkenalkan diri dengan memasang foto dalam ukuran besar atau kecil di tempat-tempat strategis. sampai-sampai mereka tidak menghiraukan resiko apa yang terjadi atas apa yang mereka lakukan. Pemasangan media promosi mereka yang tidak menghraukan kerusakan lingkungan tentu bukan sebuah permasalahan. Sungguh cerminan yang tidak etis sebagai calon seorang pemimpin.
Terlepas daripada itu, semua yang mereka lakukan tentunya semua kegiatan itu tidak akan gratis. Biaya itu akan menjadi lebih besar, manakala iklan itu lewat televisi, koran, majalah atau jenis lainnya. Belum lagi, ketika para calon dimaksud itu juga bertindak sebagai sponsor pada berbagai kegiatan dalam waktu yang lama. Semua jenis promosi itu akan menguras dana dari masing-masing calon yang bersangkutan.
Besarnya modal untuk menjadi calon pejabat politik itu sudah diketahui oleh umum. Setiap saya menanyakan kepada seseorang yang saya anggap layak mencalonkan diri, selalu saja mendapatkan jawaban, bahwa dirinya tidak memiliki cukup modal. Kemauan dan semangat dari mereka itu ada, dan bahkan merasa cakap, tetapi biasanya terbentur oleh ketersediaan modal. Tidak punya uang, itulah alasan utama mereka tidak sanggup mencalonkan diri sebagai pemimpin. Tanpa uang, tidak akan mungkin seseorang bisa mencalonkan diri sebagai pejabat politik, termasuk hal itu bagi calon legislatif di berbagai tingkatannya.
Oleh karena itu, politik selalu bersentuhan dengan uang. Uang dan politik menyatu hingga tidak bisa dipisahkan. Padahal, semua orang tahu bahwa imbalan resmi sebagai pejabat politik tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, bagi mereka yang memiliki dana cukup, apapun resikonya, ternyata bersedia mencalonkannya. Padahal jika dikalkulasi antara modal dengan gaji yang akan diterima selama mereka menjabat selalu tidak akan imbang. Kira-kira apa yang memotivasi mereka mencalonkan diri ya? Amanah kah? Ato hanya topeng belaka demi memuaskan nafsu pribadinya?
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah mungkin dalam kondisi seperti sekarang ini, bisa dilakukan perubahan radikal hingga para calon pejabat politik itu gratis atau tidak harus mengeluarkan biaya. Perubahan itu hanya akan mungkin terjadi manakala kekuatan rakyat menghendakinya. Misalnya, rakyat bersepakat tidak akan memilih calon pejabat politik yang ditengarai berani mengeluarkan dana, baik untuk mendapatkan rekomendasi dari partai politik, biaya kampanye, dan atau lainnya. Rakyat diajak berlogika, bahwa siapapun yang berani membiayai dirinya untuk menjadi pejabat politik, dan apalagi dalam jumlah besar, sangat mungkin akan menyimpangkan dana pemerintah sebagai upaya mendapatkan pengembalian modal yang telah dibayarkan sebelumnya.
Manakala rakyat memiliki pandangan seperti itu, siapapun yang berani mengeluarkan biaya besar tatkala maju sebagai calon pejabat politik, maka justru tidak akan dipilih. Dengan demikian, mereka yang berkampanye dengan beaya tinggi hingga dipandang tidak wajar, maka justru dianggap negatif. Mereka itu dinilai sebagai telah melakukan penyimpangan sehingga tidak harus dipilih. Sebab diyakini bahwa, orang yang mengeluarkan modal seperti itu, nanti tatkala telah benar-benar menjadi pejabat akan menyalah-gunakan kewenangannya atau korupsi.
Atas dasar pandangan seperti itu, maka di antara calon pejabat politik yang benar-benar jujur, memiliki kepemimpinan andal, dan berintegritas tinggi terhadap rakyatnya, sekalipun tidak bermodal, justru terpilih. Dengan demikian, kekuasaan yang diperoleh tidak dijadikan sebagai pintu untuk mendapatkan keuntungan material yang tidak sewajarnya. Posisi kepemimpinan politik, tidak lagi dijadikan sebagai lahan transaksi untuk sama-sama mendapatkan keuntungan materi belaka.
Semoga Rakyat Lumajang Jawa Timur, memiliki logika yang seperti diatas. Agar mereka memilih calon pemimpin tidak hanya sekedar dilihat dari materi belaka, akan tetapi mereka benar-benar melihat tujuan yang sebenarnya para calon pemimpin ini membawa lumajang agar lebih baik lagi….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H