Lihat ke Halaman Asli

Pembangunan dan Resiko Terhadap Keberlangsungan Masyarakat Adat

Diperbarui: 8 Maret 2023   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam pembangunan berkelanjutan, banyak aspek yang masuk dalam agenda tersebut. Masyarakat dunia sebagai sasaran pembangunan dengan tujuan untuk menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga kehiduan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, dan menjamin keadilan serta telaksananya tata Kelola yang mampu menjaga kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pembangunan berkelanjutan menjadi agenda besar yang mencakup 17 tujuan, 

1. Tanpa kemiskinan, 2. Tanpa kelaparan, 3. Kehidupan sehat dan sejahtera, 4. Pendidikan berkualitas, 5. Kesetaraan gender, 6. Air besih dan sanitasi layak, 7. Energi bersih dan terjangkau, 8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, 9. Industri, inovasi, dan infrastruktur, 10. Berkurangnya kesenjangan, 11. Kota dan pemukiman yang berkelanjutam, 12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, 13. Penanganan perubahan iklim, 14. Ekosistem lautan, 15. Ekosistem daratan, 16. Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang Tangguh, 17. Kemitraan untuk mencapai tujuan.

Dari 17 tujuan tersebut, banyak sekali aspek-aspek penting yang perlu diketahui agar tetap sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Pemerataan pembangunan infrastruktur adalah agenda yang saat ini sedang menajdi perhatian di Indonesia. Namun, pemerataan pembangunan infrastruktur ini perlu akselerator yang tidak menyakiti lingkungan disekitarnya, salah satunya lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. Salah satu akselerator ini adalah melalui pengembangan sektor pariwisata.

Sektor pariwisata di Indonesia memang sangat potensial dari alam sampai budaya, aspek tersebut layak untuk mendapatkan tempat prioritas ketika berkunjung di Indonesia. Kemenparekraf pada Januari 2022 menyebut telah terjadi pertumbuhan tren wisata global ke Indonesia sebesar 152 persen dibanding januari 2021. Pada tahun yang sama di 2022 jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia sebanyak 5,42 juta orang dan ditargetkan akan naik pada 2023 sebanyak 7.4 juta orang. Namun, pembangunan dengan akselerator wisata ini dapat memunculkan masalah baru, salah satunya pergeseran makna budaya untuk komersialisasi wisata. Saat ini Bali menjadi salah satu destinasi wisata populer yang sedang menjadi tren wisata didunia.

Pariwisata memang berperan besar bagi kehidupan masyarakat yang tinggal disekitar pusat wisata dari ekonomi bahkan sampai kebudayaannya. Penyebabnya adalah karena komersialisasi dan kebutuhan hidup yang mulai naik seiring dengan popularitas Bali sebagai destinasi wisata dunia. Kondisi ini menyebabkan masyarakat mulai membawa kegiatan sakral yang harusnya hanya dilakukan pada saat tertentu, dipentaskan sesuka hati untuk menarik perhatian pengunjung. Pengaruh wisatawan memang sangat besar bagi keberlangsungan kebudayaan, namun seharusnya dalam prinsip host and guest, sebagai wisatawan harusnya dapat menyesuaikan diri pada keadaan asli dimana ia berwisata. Bukan malah sebaliknya, host malah menyesuaikan dan merubah poin-poin penting yang ditujukan untuk menarik wisatawan agar berkunjung yang bertujuan menaikkan perekonomian masyarakat setempat.

 Sebagaimana yang terjadi pada tari pendet, tarian Bali satu ini masuk dalam kriteria tari wali dan bebali, yang artinya sakral dan hanya dipentaskan didalam pura. Namun, semenjak adanya wisatawan dan melejitnya Bali sebagai tempat impian wisatawan mengubah pementasan tari ini. Tari Pendet harusnya dipentaskan ketika umat Hindu akan beribadah dengan tujuan mengungkapkan syukur kepada dewa. Keadaan ini berbalik, dimana tarian ini dipentaskan sebagai tarian selamat datang pada kegiatan formal atau kegiatan lain di luar pura. Perubahan yang terjadi menunjukkan bahwa komersialisasi di Bali sangat berpengaruh besar pada keberlangsungan kebudayaan, apalagi tentang filosofi dari budaya tersebut yang mulai bergeser karena kepentingan tertentu.

Berangkat dari permasalahan tersebut, pembelajaran mengenai komunitas sekaligus pemetaan sosial perlu dilakukan dalam pembangunan untuk menjaga budaya dan kesenian original. Komunitas masyarakat adat adalah salah satu komunitas yang sangat rentan terhadap perubahan. Tidak jarang beberapa komunitas masyarakat adat ini membatasi interaksinya kepada masyarakat dan dunia luar untuk menjaga nilai dan tatanan masyarakatnya sesuai dengan aturan adat. 

Contoh sederhananya adalah masyarakat adat Baduy di Jawa Barat. Masyarakat ini telah berupaya untuk menjaga nilai, tatanan, dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki dengan memberikan batasan dan aturan-aturan tertentu. Untuk menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi, stakeholder terkait perlu memahami bagaimana nilai dan aturan adat yang ada sebelum dan selama keberjalanan program pembangunan. Tujuannya, agar masyarakat adat tetap terlindungi keberadaannya dan mampu mepertahankan identitasnya sebagai komunitas masyarakat adat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline