Lihat ke Halaman Asli

Guru Gak Nulis=Nasib Bangsa Tragis

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pahlawan tanpa tanda jasa, masih ingat kan ? iya benar itu merupakan julukan bagi guru, apakah sekarang masih tetap seperti itu ? sebelumnya mohon maaf ya ? kalau menurut saya sekarang semboyan itu berubah menjadi pahlawan penjual jasa. Hehe,,,,,semua bebas berpendapat. Sekarang contohnya bisa kita lihat, guru nulis bukan karena untuk linasyril ilmi (menyebarkan ilmu) tapi untuk memperoleh balasan material. Menulis bukan sebagai kebutuhan tapi sebagai tuntutan profesi. Tapi saya yakin di zaman sekarang tidak semua guru seperti itu, masih ada guru yag ikhlas dalam berkarya disamping tugas utamanya mengajar, khalayak para ulama’ kita seperti Kyai Imam Nawawi al-bantani yang terkenal karya tulisannya di dalam dan luar negeri.

Sebenarnya menulis merupakan salah satu ketrampilan juga yang harus dimiliki bagi seorang guru. Tidak hanya seni dalam mengajar saja yang harus dimiliki. Masih ingat kan dengan kompetensi guru ? ya,,,yaitu pedagogik, profesional, sosial, dan individual. Menulis merupakan jalan untuk menuju keprofesionalan seorang guru. Apalagi seorang guru yang hidup di zaman globalisasi, yang menghilangkan batas-batas tutorial setiap bangsa. Dengan menulis atau berkarya, secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap bangsa ini. Tulisan para guru-guru bisa dibaca oleh semua orang, tidak sebatas muridnya saja. Betul tidak? Hitung-hitung ngurangi orang bodoh di bangsa ini.

Kita bisa bercermin dari guru-guru kita zaman dahulu. Meski dengan begitu keterbatasannya, mereka tetap berkarya semaksimal mungkin. Coba telaah tokoh-tokoh islam, siapa yang tidak mepunyai karya ? hampir tidak ada. Imam Ghozali, Al-faraby, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dll, semuanya memiliki karya tulisan yang sangat bayak, sampai-sampai jikalau di podok itu tidak habis kitab-kitab mereka untuk dipelajari selama 1-5 tahun..

Masih ingat sejarah islam, kenapa umat islam mengalami kemunduran ? iya karena salah satunya bahwa hampir semua karya ulama’-ulama’ islam dicuri dan dibakar di laut merah. Akhirnya umat islam tidak bisa menikmati karya-karya mereka lagi. Ya mungkin kalau sekarang enak masih ada soft copy-nya, tidak masalah. Yang menjadi masalah sekarang siapa mau tidak untuk berkarya melalui tulisan.

Coba anda bayangkan? Jikalau gurunya saja enggan menulis (berkarya), bagaimana dengan muridnya. Pasti lihat tulisan saja malas, apalagi suruh nulis?. Terus bangsa ini mau jadi apa jikalau anak bangsanya saja tidak bisa berkarya. Bagaimana bisa merebut peradaban? Mustahail…!!! Pada masa Abbasyah saja bisa menguasai peadaban karena karya masyarakatnya yang menerjemahkan kitab bahasa asing ke bahasa arab. Karya tulis juga kan itu? Makanya guru wajib nulis, dan karyanya bisa dinikmati orang banyak. “Membaca jendela dunia” memang benar tapi tambahi lagi ya? dan “Menulis pintunya dunia”,,,,,pilih mana jendela atau pintu? Ibarat rumah seorang guru harus punya keduanya agar nasib bangsa menjadi cerah, dan generasi muda diajarya menjadi generasi yang sesuai degan pancasila. Amiin.

Malang, 13 september 2012.

Mufid




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline