Setelah beberapa saat artikel yang berjudul Saatnya Mager Menjadi Wafer dipublikasikan di kompasiana.com, sahabat saya (Pak Novaldi) memberikan respon sangat positif dan memberikan acungan jempol. Keren dan menggugah semangat kepada pembaca untuk tidak lagi malas gerak (mager) karena berdampak terhadap kemunduran diri, ujar Pak Novaldi.
Sesungguhnya wafer bisa dikatakan termasuk keluarga biskuit. Wafer awalnya hanya tumpukan berlapis-lapis. Sebagai cemilan yang sangat populer di abad ini, wafer punya sejarah yang sangat panjang. Ternyata makanan ringan ini sudah berkelana keliling dunia sejak abad ke-7 di Belanda. Untuk pertama kali seorang koki kreatif di Belanda menyajikan hidangan pembuka yang gak lazim. Kue itu dipanggang dalam bentuk dan cara spesial hingga teksturnya luar biasa renyah. Cemilan ini disebut "waffle" yang artinya kue renyah sebagai cikal bakal wafer. Karena panganan ini begitu enak, sedkit demi sedikit wafer mulai dikenal dan muncul di negara-negara lain (sejarah singkat wafer ya..)
Kembali lagi ke cerita Pak Novaldi. Ketika Pak Mudz (panggilan akrab saya) menulis kata wafer pastilah yang terbayang kelezatan dan kenikmatan saat memakannya. Namun ternyata karakter wafer yang dimaksud adalah sebuah kenikmatan atas kelelahan hidup yang harus dilalui dan diperjuangkan. Terbayang dengan jelas ketika sang ayah, sang bunda, dan orang tua yang diceritakan dalam artikel tersebut benar-benar menemukan kenikmatan usai berlelah-lelah berjuang, ujar beliau.
Pak Novaldi menawarkan satu akronim WAFER yang ditulis saat itu pula ketika usai membaca artikel Saatnya Mager Menjadi Wafer. Menurut saya akronim yang dibuat sangat keren dan luar biasa.
W alau lelah, tetaplah terus melangkah. A baikan segala bisikan yang membuat kamu malas berbuat kebaikan. F okus dengan tujuan dan cita-cita hidupmu. E kspresikan dirimu sesuai dengan kesukaan dan kemampuanmu dan R asakanlah, satu persatu impianmu akan segera terwujud.
Keren bukan?
Terima kasih Pak Novaldi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H