Adalah hal yang keliru bila ada anggapan bahwa seorang guru adalah orang-orang yang lebih shalih dari profesi lain. Salah besar jika ada yang menilai bahwa para guru tidak boleh melakukan kekeliruan karena guru adalah digugu dan ditiru. Kesalahan dan kekeliruan itu pasti terjadi dan itulah kami alami sepanjang perjalanan ini.
Kesalahan dan aib itu jika kita mencari-carinya maka ia ibarat lalat yang selalu mencari tempat dan sisi kotor dari tubuh manusia. Pasti lalat akan dengan mudah mendapatkan tempat kotor dari tubuh manusia meski yang bersangkutan sudah berusaha membersihkan diri.
Kesalahan dan kekurangan yang dilakukan sesungguhnya adalah risiko dari aktivitas yang terus bergerak dan melakukan banyak aktivitas. Oleh karenanya maka sangat mungkin melakukan kesalahan. Justru hal ini menunjukkan dinamika guru yang hidup di alam realitas di mana dilingkupi oleh pertentangan, perbedaan pendapat, dan perselisihan.
Kesalahan sejatinya tidak menjadi kekurangan selama tidak disertai sikap fanatik dan terus-menerus melakukan kesalahan itu setelah berusaha diluruskan. Kesalahan substansial justru terjadi ketika seorang guru mundur dari pekerjaaannya dan berdiam diri dengan alasan memelihara diri agar tidak melakukan banyak kesalahan. Padahal sesungguhnya kemunduran dan diamnya adalah kesalahan dan sebuah kemaksiatan.
Tentu saja setiap kekeliruan dari siapa pun tetap kita sikapi secara benar. Kekeliruan saudara kita harus diluruskan dengan adab dan cara-cara yang baik. Dengan tujuan yang baik, metode terbaik, objektivitas, dan kelapangan dada maka setiap kekeliruan akan berujung datangnya hikmah dan nasihat terbaik demi kehidupan mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H