Lihat ke Halaman Asli

Jika Pemda Seperti Ini, Papua Akan Terus Kalah dalam Kompetisi Pembangunan

Diperbarui: 3 Juli 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

FRM -- Kata Papua di anak tiri kan menjadi sebuah ucapan yang tak lazim lagi, bagi berbagai kalangan di Provinsi Papua dan Papua Barat, ucapan ini sering kali dilontarkan baik dalam acara-acara resmi maupun aksi-aksi yang berlangsung di dua provinsi tersebut, dari kalangan Aktivis Pemuda, mahasiswa, Masyarakat, para politikus sampai kepada pemerintah Daerah.

Dari berbagai komentator yang memberikan komentar tentang Papua di anak tiri kan, banyak di antara mereka yang mengemukakan hal itu terjadi karena arah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak merata atau lebih mementingkan dan memperhatikan daerah-daerah di Indonesia bagian barat ketimbang Indonesia Bagian Timur, terlebih khusus Papua dan Papua Barat.

Dengan sebar luasnya statement tersebut kemudian berpengaruh luas sampai ke masyarakat bawah/akar rumput, hal ini mengakibatkan timbulnya kelompok-kelompok yang dibentuk untuk menentang Pemerintah, menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat Papua kepada Pemerintah Pusat , sampai kepada aksi-aksi yang menuntut Papua harus terlepas dari NKRI (Papua Merdeka).

Namun dari beberapa media online maupun cetak, beberapa pembicara di kalangan pemerintah pusat mengklaim bahwa tidak ada istilah anak tiri kan salah satu Daerah di Indonesia Baik Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Bahkan untuk Papua

Tidak sedikit dana yang mengalir kesana dari berbagai sumber baik APBN, APBD, Otsus, DAU dan bantuan Luar Negeri dan lainnya. Menjadi pertanyaan di arahkan dana itu sampai Masyarakat terus menerus berteriak tentang keadilan.

Hal ini mengakibatkan masyarakat Papua kian berada di persimpangan, entah siapa yang harus di percaya antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. Bahkan dengan adanya Otsus, masih menjadi batu sandungan bagi beberapa kalangan di Papua ada yang berpendapat Otsus diberikan Kepalanya tetapi ekornya masih terus dipegang oleh Pemerintah Pusat (oknum).

Berikut ini adalah beberapa alasan dan yang menjadi kenyataan mengapa saya memberi judul "Jika Pemerintah Daerah Terus Berperilaku Seperti Ini, Maka Papua Akan Terus Kalah Dalam Kompetisi Pembangunan"ini kemudian menurut hemat saya merupakan salah satu unsur kenapa stigma Papua di anak tiri kan di teriakan orang Papua. Salah satu penyebabnya adalah Beberapa oknum pejabat di Pemerintah Daerah sendiri yang tidak mempunyai hati untuk membangun.

Pada tahun 2016 saya terlibat dalam tim Cek fisik dalam kegiatan Verifikasi tunggakan gagal bayar di salah satu Kementerian yang kegiatannya dilaksanakan di Provinsi Papua dan Papua Barat, dalam kegiatan cek fisik tersebut, kami melakukan pengecekan terhadap beberapa bantuan dan pekerjaan yang dialokasikan ke dua provinsi di papua, kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya:

  • Kapal
  • Ternak ayam petelur dan sapi
  • Jaringan komunikasi desa (jarkindes)
  • Bantuan peralatan penunjang belajar

Bantuan ini tersebar di beberapa daerah/kabupaten kota di papua dan papua barat. Di lapangan tim kami menemukan banyak sekali kejanggalan, mulai dari sewa tempat, sewa peralatan dinas, ambil jatah sampai minta fee, semua ini benar-benar terbukti dan terjadi pada beberapa dinas pada beberapa kabupaten di papua. Ini berakibat pada hasil dari bantuan tidak maksimal dan bahkan ada yang putus kontrak karena menemukan situasi ini di lapangan.

Dari hasil konfirmasi kami ternyata ada berapa oknum kepala dinas dan bawahannya yang tidak segan-segan:

  • menyewakan halaman atau ruang kantor dinas untuk penampungan peralatan;
  • menyewakan peralatan dinas seperti speed boat, yang uang hasil sewanya masuk ke kantong pribadi;
  • meminta bagian dari pihak ketiga dengan ancaman kalau sampai tidak diberikan mereka akan menolak bantun tersebut;
  • menyimpan bantuan tersebut pada gudang dengan alasan karena menyongsong pilkada, dapat berpotensi peralihan opini bahwa bantuan tersebut berasal dari salah satu kandidat, namun setelah selesai pilkada bantuannya tak kunjung keluar dari gudang (jadikan aset pribadi);
  • pengalihan lokasi dari yang sudah di tetapkan dalam kontrak secara se pihak;
  • lebih buruknya lagi ada oknum-oknum pada dinas yang mengambil barang-barang yang akan diserahkan kepada masyarakat.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline