Lihat ke Halaman Asli

Ryan Ari Rap

Petani dan Penikmat Kopi, dari Desa untuk Indonesia

Hai Kenangan, Daun Gugur, dan Hujan

Diperbarui: 10 Oktober 2017   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Manis sekali akhir September menyambut aku, kamu, dia juga mereka dengan hujan. Walau aku yakin akan ada yang menggerutu sebal sebab bersiap basah ketika pergi dan pulang atau urung pergi dan tak bisa segera pulang. Mungkin nanti aku juga akan begitu, walau telah lama merindu hujan. Bukan apa, aku dan kamu masih setia menjadi manusia lengkap dengan keluh kesahnya.

Namun bagiku di hari pertama aku benar menyaksikan hujan turun, itu manis sekali. Seperti ada yang menyapa dan berbisik lirih dari setiap bunyi hujan yang turun. Tidak deras, juga tidak gelap. Siang masih perkasa dengan sinarnya tapi air hujan dari langit membasahi bumi lalu bercinta begitu intim, dan wangi tanah kering yang seketika basah itu mengantar aku pada setiap kenangan kita dulu.

Kau masih ingat bagaimana kita berlari saat hujan pertama setelah penantian panjang dalam pergantian musim itu. Aku masih ingat, walau tidak lagi sejelas dulu ingatanku. Dalam ingatan yang terbatas, aku ingin kembali ke waktu yang dulu dan itu tidak boleh.

Kau tahu, hujan pertama ini lebih manis dari puisi hujan yang kau tulis untukku. Bukan sebab puisi itu akhirnya menjadi puisi terakhir yang kau kirim untukku, tapi sebab hujan pertama ini beriringan dengan daun gugur yang kau tahu aku suka sekali itu.

Huuff, daun gugur. Kita selalu suka bermain di bawah pohon mahoni belakang rumahmu. Lebih lagi ketika daunnya mulai berguguran seketika kita berimajinasi sedang berada di Jepang dan menikmati musim gugur yang pertama kita lihat di televisi kala hari minggu. Sebelum ibumu memanggil untuk segera masuk dan menikmati kue buatannya, kita selalu sepakat tidak akan pergi sampai senja.

Hai kenangan, masihkah kau juga sekali dua mau datang untuknya, seperti kau rutin sekali berkunjung untukku. Hai daun gugur, seperti kesetiaanmu pada siklus dan musim adakah kau membawakan imajinasi yang sama untuknya seperti kau berikan guguran imajinasi untukku. Hai hujan, apakah kau menyirami kerinduan yang sama untuknya seperti kau tumpahkan untukku.

Hai kamu, tahukah bagiku kau tak sekadar kenangan, daun gugur dan hujan. Kau adalah keabadian dalam waktu yang membawa serta ingatan.

Yogyakarta 27 September 2017
Mudjirapontr




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline