[caption id="attachment_306787" align="aligncenter" width="223" caption="source: www.luwuraya.net"][/caption]
Kepemimpinan dan ketegasan kapolri baru Jendral Sutarman diuji. Statemennya mengijinkan polwan untuk berjilbab sesaat ketika dilantik, dimentahkan dengan beredarnya telegram rahasia penundaan ijin berjilbab yang bertandatangam wakilnya, Oegroseno. Sebelumnya, Sutarman sudah berjanji berkomitmen untuk memberi kebebasan berjilbab para polwan saat ia menjalani wawancara dengan komisi 3 DPR RI, ketika namanya diajukan untuk menggantikan Timur Pradopo.
Dengan alasan anggaran yang belum ada, sinyal terang kebebasan polwan untuk memilih berjilbab ini redup seketika. Selain anggaran, alasan tidak inginnya marak pakaian yang tak seragam di korps polwan menjadi tameng. Berbagai pihak langsung kecewa atas gagalnya isu kebebasan polwan berjilbab tersebut. Ibarat penonton yang sudah berjubel di stadion menanti artis idola, ternyata sang artis gagal datang dan acara ditunda. Kecewa berat memenuhi hati, namun apa yang bisa diperbuat sebagai penonton?
Berbagai tokoh nasional kecewa berat. Berdekatan dengan kejadian bagi-bagi kondom gratis oleh menteri kesehatan, Yusuf Mansur ngedumel sejadi-jadinya. "Jilbab untuk polwan ditunda-tunda, tapi bagi-bagi kondom disegerakan" ujar Yusuf Mansur melalui twitternya. Berkali-kali ia beristighfar, menggambarkan ia sangat kecewa dan geram.
Mantan Presiden Jusuf Kalla pun langsung ikut berkomentar. Ia menyarankan agar Indonesia bisa meniru Inggris. Negeri dengan minoritas muslim di sana saja polisi wanita yang ingin berjilbab diberi kebebasan, tidak dihalangi sama sekali. Tidak perlu banyak berdebat untuk sekedar keputusan seperti itu ujarnya. Dan beliau mengimbau kepada media agar ikut mengangkat gambar-gambar polisi wanita seperti di Inggris yang berjilbab tersebut, agar memberi inspirasi di sini. Tak tanggung-tanggung, bahkan Jusuf Kalla siap menjadi donatur untuk membelikan jilbab bagi korps polwan.
Sejatinya, memberi kebebasan memilih bagi polwan untuk berjilbab ini bukan masalah yang sulit. Ini hanya masalah mau atau tidak mau. Belum tersedia anggaran untuk pengadaan? Cukup instruksikan agar para polwan yang ingin mengenakan jilbab sementara waktu gunakan jilbab secara mandiri, melalui kantong maaing-masing.
Takut jilbab yang digunakan para polwan tak seragam? Cukup turunkan instruksi resmi agar para polwan yang hendak berjilbab sementara meniru polwan di Aceh. Tidak tahu? Cari di internet. Kurang konkrit? Beri saja instruksi agar memakai jilbab yang sewarna dengan seragam yg sedang digunakan. Simpel.
Jadi, sebenarnya tinggal ada niat atau tidak untuk memberi kebebasan memilih bagi para polwan berjilbab. Jangan sampai negara demokrasi mayoritas muslim ini justru kebebasan beribadahnya terkesan dihalangi. Justru kalah oleh negara Inggris yang baru belajar menghargai kebebasan beragama secara toleran.
Dan Jika besok kebebasan memilih berjilbab bagi polwan ini dijalankan kepolisian, maka paling tidak ini mungkin bisa meredakan kejengkelan masyarakat kepada pemerintah, setelah kejadian kampanye kondom kemarin. Paling tidak, stigma masyarakat bahwa pemerintah hendak meliberalkan negara ini dengan menunda jilbab polwan dan menggencarkan seks bebas, bisa terpulihkan.
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara mudah mengambil kebijakan. Ada kemauan pasti ada jalan. Mari kita dukung polwan bebas berjilbab!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H