Menyalurkan Suara Rakyat Kepada Yang Tepat
Oleh Muchwardi Muchtar
"Sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya" (pepatah Melayu yang hingga akhir zaman masih berlaku bagi kehidupan masyarakat madani)
***
Menyalurkan suara kita ---selaku pemilih--- dalam sebuah even yang bernama Pemilu kepada yang tepat adalah sebuah keniscayaan. Namun, di era lipstik yang bertebaran di mana-mana, ya... di medsos yang ada pada perangkat Hape dalam genggaman kita, ya .... di sekitar jalanan yang kita lalui yang penuh dengan spanduk, pamflet dan "promosi kecap", bisakah kata TEPAT tersebut diwujudkan?
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau lebih populer disingkat menjadi PILKADA, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua orang tentu tahu dengan makna Pilkada ini. Namun, dilain pihak tidak banyak peserta Pilkada yang benar-benar tahu siapa dan mengapa calon kepala daerahnya itu mereka pilih. Umumnya alasan mereka memilih kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota beserta wakilnya) hanyalah karena dorongan satu akidah dan ditambah dengan rekam jejak yang bersangkutan selama ini selaku tokoh masyarakat.
Mengenai rekam jejak masing-masing kepala daerah yang akan dipilih bisa dilihat jika yang bersangkutan selama ini aktif di medsos (WAG, FB, IG, X, Reels atau Tiktok). Namun, kalau yang akan dipilih selaku kepala daerah untuk masa jabatan lima tahun ke depan, tidak ada jejak digitalnya di medsos ---karena dia bukan penggemar medsos--- bagaimana akan menakar kadar kepemimpinan calon Kada tersebut?
Dalam ajaran Islam pun, para Ulama ( "u"-nya huruf kapital) akan selalu mengingatkan para jamaahnya dalam kesempatan tausyiah dalam pengajian atau silaturahim di tempat-tempat ibadah. Karena dalam kitab suci yang menjadi "pedoman hidup bagi yang takwa" memang ada ayat yang diturunkan dari langit, diperintahkan untuk memilih pemimpin yang satu akidah, dan orangnya pun harus amanah. Tidak satu Undang-undang pun yang bisa melarang warganegaranya untuk menyampaikan kebenaran dari agama yang mereka anut kepada sesamanya, karena konstitusi pasal 28 dan pasal 29 UUD 1945 melindungi hak warganegara tersebut dalam beraktivitas dalam ajaran agama masing-masing.
Untuk lebih jelasnya, ketentuan yang sangat mendasar dalam melindungi hak azasi manusia tersebut saya kutipkan secara lengkap :
Kebebasan memeluk agama diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) pada Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2). Pasal 28E ayat (1) berbunyi, "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya", dan Pasal 29 ayat (2) berbunyi, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya". Selain itu, kebebasan beragama juga diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM).