Lihat ke Halaman Asli

Muchwardi Muchtar

penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

Kembalikan "Kita" kepada "Kami"!

Diperbarui: 15 September 2024   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

.

KEMBALIKAN KITA KEPADA KAMI

Oleh Muchwardi Muchtar

Hari ini, setiap kita mendengarkan dialog atau wawancara di radio atau televisi acap kali terdengar pemakaian kata dalam Bahasa Indonesia yang salah oleh mereka yang berbicara. Jika pewawancara yang bertanya kepada teman diskusinya sedikit cerdas, sebetulnya saat itu juga ia bisa langsung memperbaiki pemakaian kata dalam Bahasa Indonesia yang tidak tepat tersebut. Dengan secara langsung ---dalam dialog tersebut--- pihak pewawancara mengingatkan teman bicaranya untuk teliti dalam menggunakan kata kita atau kami, berarti dia sudah punya andil dalam mencegah semakin rusaknya penggunaan kata kita dan kami dalam dialog.

Diharapkan untuk ke depan kesalahan pemakaian kata kita dan kami yang sudah akut ini bisa dikurangi, sehingga nantinya makna kita dan kami yang hakiki benar-benar bisa dipahami oleh generasi penerus.

Namun, masalahnya apakah host  (di televisi atau radio) tersebut punya pengetahuan  bahwa pemakaian kata kami dan kita yang semakin parah akhir-akhir ini adanya di televisi dan radio yang mereka kelola?

            Ketika penyimpangan pemakaian kata kami menjadi kita ini mulai dipopulerkan oleh generasi Baby Boomers*) di tahun 70-an melalui radio (Prambors, ARH, Kayumanis, dll), jika ada pendengar (di rumah) mendengar kata yang dimaksudkan si pembicara adalah kami, tapi digunakan kata kita, mereka akan langsung menelepon operator radio swasta tersebut. Biasanya secara on air komentar dari pendengar akan diudarakan saat itu oleh radio yang bersangkutan.

"Kita? Akh..., loe aja kali. Gue nggak.....!"

Dengan adanya ledekan sambil bercanda ini, biasanya radio yang tengah menyiarkan dialog tersebut akan memperbaiki penggunaan kata kita yang seharusnya digunakan kami tersebut.

Soalnya pendengar di rumah paham, bahwa kita itu berarti orang yang mendengar pembicaraan di radio atau televisi juga terlibat dengan topik yang dibicarakan. Padahal sejatinya, apa yang dikisahkan mereka dalam dialog, pendengar di rumah tidak bereperan serta.

Maka zaman itu populerlah jargon ngeledek dari para pendengar (selaku pihak ketiga) :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline