Lihat ke Halaman Asli

H. Muchtar Bahar

Ingin hidup lebih lama untuk berbagi

Hafidz dan Khatam Al Qur'an di Mesjid Pejuang Danial Latif

Diperbarui: 30 Juni 2021   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kenangan tak terlupakan saat Sekolah Rakyat "Sekolah Dasar",  adalah Mesjid Bansa yang sekarang bernama Mesjid Jihad,  yang telah berumur lebih seabad. Di Mesjid inilah kami bermain saat sekolah, shalat tarawih dan kegiatan lain. Mesjid  yang telah seabad berdiri,   sebelumnya bernama Mesjid Bansa, berada di Jorong Katapiang, Nagari Lawang.

Mesjid Jihad terkait dengan seorang pahlawan pejuang yang kemudian makamnya dipindahkan ke dekat mesjid ini. Sekaligus pula dibangun sebuah tugu peringatan. Beliau bernama Danial Latif, gugur front pertempuran Ampang, Padang, 15 Januari 1947. Saat itu di front  itu terjadi pertempuran penjuang kemerdekaan dengan Tentara Penjajahan Belanda, yang ingin kembali menjajah menjajah di Tanah Air Indonesia.

Jum'at  25 Juni 2021, di selama puluhan tahun digunakan oleh  SD Bansa yang sekarang menjadi Perguruan Islam Bansa, berlangsung acara dua tahunan yang ditunggu anak sekolah madrasah dan santri. Sebuah acara Khatam Qur'an dan Hafidzh  dan pemberian penghargaan bagi mereka yang berprestasi. Anak laki berpakaian gamis dan anak perempuan berbaju kuruang adat Minang, berkanaval panjang, diserta drum band siswa Muhammadiyah dan tambue jo talempong,  menuju Kantor Wali nigari Lawang. Di Kantor Wali Nagari ini mereka disambut oleh Tokoh masyarakat "Tigo Tungku Sajarangan", orang tua murid dan masyarakat.

Ketua Panitia dan sekaligus Kepala Sekolah MDAT, Abelius Rakasiwi, M.Pd menyampaikan bahwa melalui acara Hafidz dan Khatam Qur'an mendorong semangat murid untuk semakin cinta Al Qur'an dan belajar dalam jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena hingga tahun 1970 di Nagari Lawang, belum ada yang mencapai pendidikan tinggi,  tingkat sarjana.  Seperti selalu dikemukakan oleh  Pandu H Dusky Pandu, Wartawan senior Kompas dan Tokoh senior jurnalis Sumtera Barat, memberikan catatan khusus tentang hal ini. "Hingga tahun 1970", tidak seorang puan sarjana dari Lawang. Karena pandangan yang menyepelekan pentingnya pendidikan.

Kebiasaan anak anak bolos pada hari Senin dan Jum'at, sudah semakin berkurang. Puluhan tahun lalu, Ketika ditanyakan guru pada mereka yang bolos itu,  hari Senin berikutnya, dengan enteng menjawab. "Indak ka manjadi guru juo doh, sikola taruih-tidak akan menjadi guru juga, bila sekolah terus", kato amak ambo (ujar ibunya).

Semangat anak-anak untuk belajar semakin membaik. Karena di Lawang   tumbuh dan berkembang  "Kampung Santri" dan "Kampung Hafidz" serta "Kampung Inggris".  Semangat belajar ini terdorong pula  pengiriman  delapan santri Pesantren Al Hafizh Ibnu Hajar, Gajah Mati, untuk sekolah di Timur Tengah, dalam waktu dekat.

Tugu mengenang perjuangan almarhum Danial Latif dan makam di samping masjid ini, secara tidak langsung menanamkan semangat Danial Latif, tertanam pada diri anak anak yang belajar di MDAT, Bansa ini. Saya ingat sewaktu bersekolah di tempat ini, enam puluh tahun yang lalu, , selalu ada pergelaran sandiwara Perjuangan Pahlawan Danial Latif, pada akhir tahun ajaran.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline