Lihat ke Halaman Asli

H. Muchtar Bahar

Ingin hidup lebih lama untuk berbagi

Lubuk Larangan

Diperbarui: 29 Juni 2021   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia di peringati setiap 5 Juni.dengan tema "Restorasi ecosystem" telah berlalu Bagi anak anak muda yang aktif di Remaja Mesjid Nurul Hikmah  di Jorong Sipisang, Kanagarian Nan Tujuah, Kecamatan Palupuh, Sumatera Barat, peringatan hari lingkungan itu, tidak lah masuk dalam memori inf  di medsos mereka. Bagi mereka, perhatian pada lingkungan di hadapan mereka itu lebih penting.

"Goro" atau "Gotong Royong" untuk membersihkan Kali Sipisang yang melintas Jorong mereka, terutama meliwati Mesjid Cagar Budaya berusia dua abad, Nurul Hikmah, berlangsung 13 Juni dan 20 Juni 2021 dan 27 Juni 2021 dan akan berlanjut  pekan depan. Lebih 50  puluh orang anak muda di Jorong ini, didukung oleh tokoh masyarakat dan Wali Jorong Sipisang, turun ke kali membersihkan sampah yang hanyut, menata batu batu penggenang air dan  akan membuat "Lubuak Larangan". Di Lubuk  Larangan ini akan ditebar bibit ikan, tidak boleh di pancing, apalagi di "tanggok". Warga masyarakat yang melanggar ini akan diberikan sanksi oleh Jorong Sipisang. Pelanggar akan dikenakan denda 10 sak semen, tiap pelanggaran yang dilakukan.

Alizar Tuanku Marajo, selaku Imam dan Pengurus DKM Mesjid Nurul Hikmah, memberikan ulasan saat gotong royong berlangsung. "Anak muda Remaja Mesjid, begitu bersemangat, setelah sukses melaksanakan Khatam Qur'an dan berbagai perlombaan, usai Idul Fitri 1442 H yang lalu". Respon dan dukungan yang diberikan oleh masyarakat sekitar dan para perantau atas acara itu menggembirakan. Anak anak yang ikut serta semakin termotivasi untuk mengikuti pendidikan di Madrasah, ngaji di Mesjid dan Mushalla serta kegiatan keagamaan lain.

Sehingga Ali Murtala selaku Ketua Remaja Mesjid, Yolanda Ikram, Wali Jorong Sipisang dan para tokoh masyarakat, sepakat untuk memulai kegiatan lain yang memberikan manfaat pada  mesjid sendiri, anak anak dan masyarakat sekitar. Terdapat kelebihan dana donasi masyarakat dari kegiatan yang telah berlangsung  sebelumnya. Hasil musyawarah Remaja Mesjid dengan DKM Mesjid Nurul Hikmah dan tokoh setempat, mengarah pada kegiatan  untuk mencoba kembali "Lubuk Larangan", di sepanjang kali yang meliwati jorong Sipisang. Panjang kali ini hampir 3 km, penuh sampah dan tidak termanfaatkan.

Sisa dana yang ada dibelikan tiga "bronjong kawat", untuk menahan air, agar tergenang seperti "lubuk/tambak". Membersihkan sampah, membuat tanggul "lubuk" Dengan bronjong batu, itu lah fokus GORO remaja masjid sejak tiga pekan lalu.  Dalam GORO ketiga,  (27 Juni, 2021), telah diselesaikan pembuatan pembatas "lubuk dengan bronjong" dan direncanakan akan dibuat dua atau tiga pembatas lain. Secara keseluruhan paling kurang ada "lima buah lubuk" akan diselesaikan. Dukungan dari masyarakat lain, diperoleh dalam bentuk dana tunai, bronjong, minuman dan penganan dan makan siang.

Insyaa Allah tahun depan, ikan akan dipanen, untuk kegiatan para Remaja Mesjid dan untuk biaya operasional Mesjid Nurul Hikmah serta kegiatan produktif lain. Pengawasan terhadap pelanggaran dan pemberian sanksi, dilakukan oleh semua warga Jorong, dan akan melaporkan kepada Tim Sanksi yang dibentuk bersama DKM Mesjid Nurul Hikmah, Remaja Mesjid dan Jorong Sipisang. Di lokasi strategis sepanjang kali akan dipasang, "Larangan dan Sanksi",  bagi pelanggar.

Secara implisit para pemuda ini telah menerapkan makna  filosofi Minang yakni "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), Alam Takambang Jadi Guru", dimana   sudah sejak dahulu  orang Minang diingatkan untuk belajar, memelihara alam, tidak merusak sesuai dengan "Adat dan Syara"

Sesungguhnya ini adalah bentuk  perwujudan  kearifan lokal adat Minangkabau, salah satu warisan budaya yang ada di masyarakat dan secara turun-menurun. Kearifan lokal ini syarat dengan makna ajaran Agama dan Nilai Adat untuk memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam (hutan, tanah, dan air) secara berkelanjutan.

Simaklah, "Yang lereng tanami tebu.  Yang tunggang tanami bambu. Yang gurun jadikan kebun Yang basah jadikan sawah.  Hal ini merupakan petunjuk bahwa masyarakat secara tradisional telah memelihara dan memanfaatkan alam sesuai dengan kondisi ekologi setempat. Dengan berjalannya waktu, pemanfaatannya jadi berubah  dinamis ;  Yang lereng tanami gambir. Yang tunggang tanami bambu. Yang gurun jadikan kebun. Yang basah jadikan sawah. Dengan demikian "restorasi ecosystem", dapat dikatakan  tidak diperlukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline