Lihat ke Halaman Asli

“Tali Allah” Itu Tergantung di Tengah Mesjid

Diperbarui: 19 Februari 2016   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="berpegan teguhlah pada tali agama allah (dok : Muhammad Mujahid)"][/caption]Menjelajahi pulau-pulau di Indonesia, apalagi pulau terpencil adalah penambahan wawasan yang luar biasa. Selain melihat berbagai budaya, kita akan melihat berbagai praktek dan adat keislaman di yang sangat unik. Setiap tempat berupaya menerapkan syariat Islam sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Tentunya hal ini dipengaruhi juga oleh metode dakwah tokoh atau muballigh yang dianggap sebagai ulama atau ustadz didaerah itu.

Di satu tempat di Pulau Buru (saya lupa nama desanya), saat menjadi petugas dakwah di Tefaat Buru tahun 1972, saya sempat menyaksikan penerapan syariat Islam yang unik. Di tengah mesjid kampung itu, tersedia sebuah tali yang disebut “Tali Allah”. Tali itu menggantung dari atap hingga lantai. Setiap orang yang masuk atau keluar mesjid mestilah memegang “Tali Allah” tersebut.

Pemandangan yang aneh buat saya. Namun saat ditelisik, ternyata pengalaman itu berdasarkan sebuah ayat Al Qur’an dari Surat Ali Imran ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali  Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” Di kampung ini ternyata ayat tersebut dimaknai sangat simbolik yaitu dengan memegang tali yang dipasang di tengah mesjid. 

Pengamalan ayat seperti ini juga terjadi di beberapa tempat. Hal ini saya ketahui saat pulang cuti dari Pulau Buru. Saya sengaja naik kapal laut dari Ambon ke Jakarta, Selain lebih murah, saya bisa silaturahim dengan saudara-saudara di tempat kapal bersandar. Alhamdulillah saya bisa bertemu dengan saudara-saudara di Bau-bau dan Makasar. Di kapal saya bertemu dengan Ketua Majlis Ulama Maluku. Kami mengobrol tentang situasi dakwah di Pulau Buru, tahanan PKI dan masyarakat. Dalam obrolan itu, saya menyinggung pengalaman memegang “Tali Allah” Ketua Majlis Ulama Maluku menyampaikan bahwa di Maluku saat itu ada dua pulau yang melaksanakan adat yang sama. Dalil yang dipakai pun sama.

[caption caption="Jangan bercerai berai (sumber : http://nurpasti.blogspot.co.id)"]

[/caption]Dalam pendidikan dan dakwah yang saya terima, kita tidak boleh menyinggung dan menyalahkan apa yang ada di dalam masyarakat. Jikapun itu tidak sesuai, maka harus diubah dalam proses dakwah yang bijaksana (lihat posting tentang shalat memakai tikus dan kayu). Metoda dakwah seperti ini disebut dengan metoda al-tadrij (evolusi) dan bilhikmah dan mauizhah hasanah. Dengan menggunakan metoda seperti ini maka kebiasaan yang ada pada maysarakat dapat berobah, tanpa menimbulkan gejolak. Al-Tadrij fi al-Tasyri,’ evolusi dalam mengubah situasi dan kondisi seperti ini membutuhkan kesabaran karena butuh waktu dan kreatifitas. (lihat : shalatlah dengan bangkai tikus dan kayu)

Jika merujuk pata kata tarbiyah yang memiliki makna pendidikan yang bersumber dari Maha Pencipta Allah Swt yang diliputi oleh rahmat dan kasih saying, maka cara berdakwah mestilah bertujuan untuk mengubah dengan perubahan yang penuh dengan kebijaksanaan, tanpa menyinggung perasaan individu dan masyarakat. Berdakwah bukanlah dengan cara memarahi dan mengejek, tetapi melalui kesadaran dari dorongan ilmu yang membentuk cara berfikir baru dan dinamis

Pendidikannya membangkitkan kesejukan dan kegembiraan karena meniru dan menerapkan kepribadian rasulullah Saww dalam aktifitas dakwahnya. Dalam melaksanakan dakwahnya, Rasulullah mengedepankan perubahan secara lembut bukan dengan cara keras kecuali dalam menerapkan kalimat tauhid. Metode seperti inilah yang akan membekas di masyarakat.

[caption caption="(sumber gambar https://risalahnet.wordpress.com)"]

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline