Lihat ke Halaman Asli

Muchsin Labib

mahasiswa

Dilema Guru: Mendidik dengan Hati, Dihantui Tuntutan Hukum

Diperbarui: 23 November 2024   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada akhir tahun 2023, kasus seorang guru honorer di Sumbawa Barat menjadi sorotan publik. Guru yang mengajar Pendidikan Agama Islam di sebuah SMK dilaporkan oleh orang tua siswa ke polisi dengan tuduhan kekerasan terhadap anak. Ironisnya, tindakan yang dilakukan guru tersebut sebenarnya bermaksud mendisiplinkan siswa yang menolak ajakan untuk melaksanakan shalat. Guru dengan penghasilan rendah ini bahkan menghadapi tuntutan ganti rugi yang sangat besar, sebuah angka yang hampir mustahil ia penuhi.

Kasus ini menyentuh hati banyak pihak, terutama sesama pendidik, yang merasa bahwa upaya mendisiplinkan siswa seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengkriminalisasi guru. Namun, realitanya ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh guru di Indonesia, bagaimana menyeimbangkan peran sebagai pendidik karakter dengan risiko pelanggaran hukum yang terus mengintai. Kasus yang baru-baru ini bukanlah kejadian berdiri sendiri, melainkan cerminan nyata dari berbagai persoalan yang dihadapi oleh guru di Indonesia. Ada setidaknya tiga aspek utama yang perlu diperhatikan terkait profesi keguruan, terutama dalam konteks sebagai calon guru IPA.

1. Konflik Antara Disiplin dan Perlindungan Anak

Guru sering berada dalam dilema ketika menghadapi siswa yang sulit diatur. Dalam kasus ini, upaya mendidik siswa agar melaksanakan kewajiban atau berperilaku baik justru ditafsirkan sebagai bentuk kekerasan. Tindakan yang sebenarnya diamksud untuk mendisiplinkan, seperti menegur atau menunjukkan konsekuensi, dapat dianggap melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Konflik ini menyoroti betapa tipisnya garis antara pendidikan disiplin dan tindakan yang dianggap melanggar hukum. Guru harus sangat hati-hati, terutama di era media sosial, di mana peristiwa kecil dapat menyebar dengan cepat tanpa konteks yang memadai. Hal ini menjadi tantangan besar dalam memastikan siswa disiplin tanpa melampaui batas yang telah ditetapkan oleh hukum.

2. Kesejahteraan Guru Honorer

Rendahnya kesejahteraan guru honorer menjadi salah satu isu penting. Gaji yang jauh dari layak mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap peran guru honorer, terutama di daerah-daerah terpencil. Padahal, guru honorer sering menjadi ujung tombak pendidikan di banyak wilayah, dengan tanggung jawab yang tidak kalah berat dibandingkan guru tetap. Saya menyadari bahwa tanggung jawab besar untuk mendidik siswa tidak selalu diiringi dengan kesejahteraan yang memadai. Situasi ini menjadi semakin sulit ketika guru menghadapi masalah hukum, yang sering kali membutuhkan biaya besar untuk mediasi atau penyelesaian. Ketimpangan ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan guru honorer.

3. Tantangan Guru di Era Digital

Peran media sosial dalam mempengaruhi persepsi publik menjadi tantangan tersendiri bagi profesi guru. Ketika kasus guru menjadi viral, dukungan publik mungkin hadir, tetapi narasi negatif juga dengan mudah terbentuk dan menyebar. Hal ini menempatkan guru dalam posisi yang rentan terhadap penilaian masyaraakat. Sebagai calon guru IPA, tantangan ini juga menjadi relevan dalam pengajaran sains. Misalnya, jika siswa menolak mengikuti praktik laboratorium atau menunjukkan sikap tidak peduli terhadap materi, pendekatan yang kurang tepat bisa saja dianggap otoriter. Akibatnya, relasi antara guru dan siswa dapat terganggu, yang berdampak pada efektivitas pembelajaran. Guru dituntut untuk tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menjaga citra profesionalnya di bawah pengawasan publik yang semakin intens.


Dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa guru menghadapi tantangan berat dalam menjalankan tugas mereka. Guru tidak hanya bertanggung jawab mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter siswa agar sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan masyarakat. Sayangnya, kurangnya dukungan yang memadai sering kali membuat mereka dalam posisi rentan disalahkan ketika menghadapi situasi sulit.

Salah satu pelajaran penting yang perlu diperhatikan adalah perlu batasan yang jelas antara tindakan disiplin dan kekerasan. Dalam pembelajaraan, khususnya sains, siswa sering diajak untuk berfikir logis dan memahami sebab akibat dari suatu fenomena. Pendekatan ini juga dapat diterapkan dalam mendisiplinkan siswa, yaitu dengan membangun kesadaran mereka melalui dialog yang konstruktif. Misalnya, alih-alih menggunakan pendekatan otoriter, guru dapat memanfaatkan diskusi untuk membuat siswa memahami dampak dari perilaku mereka. Dengan cara ini, pendisiplinan dapat dilakukan tanpa menimbulkan persepsi negatif atau kesalahpahaman.

Selain itu, minimnya perlindungan hukum terhadap guru juga menjadi perhatian utama terutama yang berstatus honorer. Dengan pendapatan yang terbatas, mereka masih harus menghadapi risiko besar, baik dari segi ekonomi maupun hukum. Dalam proses pembelajaran, seorang guru mungkin perlu bersikap tegas, misalnya ketika mengatur praktik laboratorium demi keselamatan siswa. Namun, tanpa regulasi yang memadai, tindakan tersebut bisa dengan mudah disalahartikan. Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan hukum yang lebih baik agar guru dapat menjalankan tugas mereka dengan aman dan profesional.

Kurangnya dukungan dari orang tua siswa juga menjadi tantangan yang tidak kalah besar. Pendidikan karakter memerlukan kerja sama antara guru, sekolah, dan keluarga. Nilai-nilai seperti tanggung jawab, kerja sama, dan kedisiplinan harus ditanamkan secara bersama-sama. Ketika orang tua kurang memahami tanggung jawab ini, upaya pendidikan yang dilakukan guru sering kali tidak berjalan optimal.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia membutuhkan perhatian serius. Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus mendapatkan dukungan menyeluruh, baik dari sisi hukum, kesejahteraan, maupun kerja sama dengan orang tua. Dengan demikian, mereka dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal dalam menciptakan generasi yang cerdas dan berkarakter.

Melihat berbagai tantangan yang dihadapi guru saat ini, diperlukan solusi konkret untuk memperbaiki kondisi yang ada. Pertama, perlindungan hukum bagi guru harus diperkuat dengan regulasi yang jelas mengenai batasan antara tindakan disiplin dan pelanggaran hukum. Pendekatan hukum yang lebih restoratif, yang mengutamakan mediasi dan komunikasi, perlu diterapkan untuk mencegah kriminalisasi terhadap guru. Selain itu, pelatihan mengenai hak-hak hukum dan pengelolaan kelas secara humanis dapat membantu guru menghadapi situasi sulit dengan lebih bijaksana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline