Lihat ke Halaman Asli

M Saekan Muchith

Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Guru Honorer Wajib Mendapat Perlindungan Profesi

Diperbarui: 30 Juli 2024   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masyarakat pendidikan dikagetkan kebijakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang melakukan pemecatan kepada Guru honorer sebanyak 107 guru yang sudah mengabdi membantu proses pembelajaran di berbagai sekolah mulai jenjang SD, SMP dan SMA/SMK. Memang tidak ada kata pemecatan, namun menggunakan istilah cleaning atau pembersihan data guru dalam sistem Dapodik. Ketika data guru dihilangkan atau dibersihkan berarti guru sudah tidak bisa melakukan aktivitas pembelajaran dan tidak memiliki kesempatan mengembangkan karirnya dalam proses seleksi status Guru PPPK atau Guru PNS. Artinya guru tersebut sudah tidak ada harapan mengembangkan karir profesinya. Mau tidak mau harus beralih ke profesi lainya.

 Sangat menyedihkan, pemecatan Guru honorer dilakukan hanya melalui pesan whatsapp menjelang pembelajaran tahun ajaran baru dimulai, tepatnya tanggal 5 juli 2024, begitu dikatakan Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri (DetikNews, 20/7/2024). Guru yang disebut sebut pahlawan tanpa jasa diperlakukan seperti orang yang tak berguna. Guru katanya sosok paling  mulia ternyata dianggap sesuatu yang hina. Guru diminta terus berjuang tetapi habis manis sepah dibuang. Guru menjadi tumpuhan harapan pendidikan, mengapa begitu mudah dicampakan.   

Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memberikan amanah, Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. Perlindungan yang dimaksud meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan keselmatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain. Perlindungan profesi mencakup perlindungan teradap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi sehingga menghambat guru dalama melaksanakan tugas. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap  resiko gangguan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan dan resiko lainya. (ayat 1-5).

Amanah undang undang ini nampaknya tidak dihiraukan karena masih banyak peritiwa yang mendiskriditkan, mendiskriminasi, melecehkan dan perlakuan yang tidak adil kepada guru diantarnya yang menimpa guru honorer di DKI Jakarta.  Profesi guru sangat tidak berdaya, setiap melakukan tindakan yang bermaksud mendisiplinkan, mendidik siswa selalu dianggap melakukan tindakan kriminal  yang ujung ujungnya diselesaikan melalui proses persidangan.   

Akbar Sorasa guru Pendidikan Agama Islam di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan oleh wali murid ke polisi, dianggap melakukan tindakan fisik gara gara siswanya tidak mau diajak sholat berjamaah. (Kompas.com, 9/10/2023).  Seorang guru di SMPN 2 Kuta, Badung, Bali dilaporkan ke polisi usai guru tersebut diduga melakukan kekerasan dengan menjambak rambut seorang siswa. (Liputan6, 21/10/2023). Guru yang berinisial NS, seorang guru  SD di kawasan Laweyan  diadukan ke polisi garaa gara mencubit siswanya.  (Jawa Pos Radar Solo, 29/11/2022). Dan masih banyak kasus lainya.

Budi Awaludin Plt Disdik Jakarta mengatakan, Pembersihan (Cleaning) Guru honorer disebabkan dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan bahwa  guru honorer diangkat oleh Kepala Sekolah dibayar oleh BOS tanpa seleksi yang jelas. Disdik juga mengatakan pengangkatan guru honorer tidak mendapat rekomendasi dari dinas pendidikan. (liputan 6, 18/7/2024).

Berbicara hasil pemeriksaan atau temuan BPK, harus membaca rekomendasi atau saran tindak lanjut. Apa yang direkomendasikan dan harus ditindaklanjuti oleh Kepala Sekolah? Memperbaiki sistem seleksi guru honorer? Karena seleksinya dianggap tidak sesuai dengan regulasi. Mengembalikan honor yang telah dibayar ? karena pembayaran honor guru dianggap tidak berdasarkan regulasi yang sah, atau memang harus menghentikan atau memecat  guru honorer? Karena proses seleksinya dianggap menyalahi aturan.

Pertanyaan selanjutnya, siapa yang menentukan mekanisme seleksi guru hononer sampai mereka bisa menjadi guru di berbagai jenjang sekolah dan datanya masuk dalam Data Pokok Pendidikan (Dopodik)? Tentunya sistem seleksi dibuat oleh pejabat yang berwenang, kalau tidak dari dinas pendidikan ya minimal dari pihak sekolah (kepala sekolah). Tidak mungkin guru yang akan diseleksi "nyelonong" atau nerobos  masuk tanpa sepengatahuan pihak sekolah. Terdaftaranya di Dapodik sudah pasti ada intervensi dari pihak yang berwenang dalam hal ini dinas pendidikan dan/atau pihak sekolah (Kepala Sekolah).

Tentang Guru honorer di bayar  dari anggaran BOS. Kepala sekolah dan bendahara BOS pasti sudah mengetaui secara jelas tentang jenis jenis alokasi penggunaan dana BOS. Jika selama ini berani mengeluarkan dana BOS untuk membayar guru honorer itu artinya sudah ada dasar regulasinya. Jika kemudian hari ditemukan BPK, regulasi sistem seleksi dan pembayaran  dianggap tidak sesuai regulasi maka rekomendainya bukannya menghentikan guru honorer, tetapi yang seharusnya diberi sanksi itu kepala sekolah dan bendahaar BOS yang sudah melakukan pelanggaran terhadap aturan.  

Lebih menarik dikritisi, tentang  pernyatan  Plt Disdik DKI Jakarta bahwa seleksi guru honorer tidak mendapat rekomendasi.  Disdik tidak atau belum memberikan rekomendasi bukan berarti tidak mengetahui ada pengangkatan guru honorer sebanyak 107 yang tersebar di berbagai jenjang pendidikan.  Secara logika, pihak Disdik pasti mengetahui proses pengangkatan tersebut. Tanpa harus menunggu hasil temuan BPK, seharusnya dari Disdik segera melakukan pembenahan atau revitalisasi.

Ada kesan saling lempar antara sekolah dan Dinas pendidikan setelah hasil pemeriksaan BKP menemukan pelangaran dalam seleksi dan pembayaran Guru Honorer. Dinas Pendidikan merasa kecolongan atau tidak mengetahui ada  kepala sekolah menerima guru honorer  karena  memang tidak mengeluarkan rekomendasi. Agar kepala sekolah tidak ada bukti kesalahan lebih lanjut,  langkah yanag diambil dengan cara menghentikan  guru honorer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline