Lihat ke Halaman Asli

M Saekan Muchith

Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Mengucapkan Salam Harus Seagama: Ribet Amat Sih..

Diperbarui: 3 Juni 2024   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 30 mei 2024 menggelar kegiatan yang diberi nama Forum Ijtima Ulama yang digelar di Bangka Belitung. Produk fatwanya mengucapkan salam lintas agama bukan implementasi dari toleransi. Forum tersebut memutuskan bahwa  pengucapan salam merupakan doa yang bersifat 'ubudiah atau mengabdikan diri kepada Allah SWT, oleh sebab itu dalam hal pelaksananya  harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain. Alasan hukum (illat)nya adalah ibadah/ubudiyah sehingga MUI memutuskan mengucapkan salam kepada yang berbeda agama itu dilarang atau haram. Eisss ngeri banget. Artinya setiap perbuatan atau aktivitas yang dianggap ibadah bagi umat Islam  tidak boleh dilakukan dengan orang yang berbeda agama (non muslim).

Kategori Ibadah

Umat Islam pasti mengetahui dan memahami bahwa mayoriats (jumhur) ulama membagi ibadah menjadi dua macam yaitu Pertama, ibadah maghdah (ibadah pokok/utama) yang sudah ditentukan cara menjalankanya seperti Sholat, Zakat, Puasa, Haji. Kedua ibadah ghoiru maghdah (Ibadah yang tidak pokok/ibadah sosial), aturan pelaksanaanya belum jelas dan pasti. Sehingga ukuran  ibadah ghoiru maghdhan ya dari aspek kemanfaatan dan  tujuan (niat) nya, artinya semua jenis ibadah sosial (ghoiru maghdhah) harus didasarkan dengan niat dan  tujuan yang baik secara personal maupun sosial. Contoh perbuatan yang dikategorikan ibadah ghoiru maghdhah seperti, berbakti kepada orang tua, membantu sesama manusia, mendoakan sesama manusia (mengucapkan salam termasuk didalamnya), mencari nafkah, menuntut ilmu, menegok orang lain sakit dan masih banyak lagi lainya.

Kitab Syarah hadis Arba'in Nawawi Karya Imam Nawawi  menjelaskan Hadis tentang Urgensi Niat " Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khathab RA, katanya : Aku Mendengar Rasulullah bersabda Nilai amal itu tergantung niat pelakunya dan setiap manusia memperoleh balasan sesuai yang diniatkan. Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya dicatat karena Allah dan rasul-Nya, sebaliknya siapa yang hijrah karena ingin memperoleh dunia atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya sebatas yang diniatkan. (HR. Bukhari Muslim).  Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita semua (umat Islam) setiap perbuatan jika niatnya baik pasti mendapat manfaat dunia akherat (pahala) sebaliknya jika niatnya buruk pasti tidak akan mendapat apa apa alias mubadzir. 

Berdasarkan kreteria ibadah maghdhah dan ghoiru maghdah berarti semua aktivitas manusia (umat Islam) di dunia bisa dikategorikan bagian dari praktik peribadatan. Sesuai dengan firman Allah Swt dalam Azd Dzariyah ayat 56 " Wamaa kholaqtul jinna wal insa illa liya'buduun artinya tidaklah Aku  menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-KU". Maksud dan tujuan utama Allah menciptakan mahluknya (jin dan manusia) hanya untuk beribadah (mengabdi) kepada-Nya. Dengan demikian, tidak boleh ada satu kegiatanpun yang tidak untuk beribadah, tidak boleh ada waktu sedetikpun yang tidak untuk beribadah. Kembali kepada hasil ijtima' MUI yang mengatakan Salam kepada agama lain (antar agama) termasuk haram  karena dianggap sebagai ibadah maka semua aktivitas lain yang kita anggap ibadah tidak boleh dilakukan bersama dengan agama lain, misalnya belajar/menuntut ilmu, mencari nafkah untuk keluarga itu juga bagaian dari ibadah. haram kita belajar dengan orang yang bebrbeda agama, kita juga haram jual beli untuk mencari dengan agam lain, harus seribet inikah hidup kita??? Seruwet inikah Allah dan Rasul-Nya membuat aturan syariat?

Bagaimana dengan Mengucapkan Salam?

Bacaan salam umat Islam dengan kalimat "Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh" yang artinya semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan melimpah kepada kalian, itu merupakan doa kepada siapapun yang diberi ucapan salam. Berdoa yang terkandung dalam ucapan salam jelas bagian dari ibadah maghdhah (ibadah sosial) yang memiliki tujuan penghormatan, menghargaan kepada orang lain baik dalam forum resmi (formal)  maupun tidak resmi (informal). Mendoakan dan membantu orang lain itu jelas diperintahkan dalam kitab suci (al qur'an ) dan Hadis. Namun pelaksananya tidak ada ketentuan yang pasti karena mengucapkan salam itu bagian dari ibadah sosial (ghoiru maghdhah). Lagi lagi ukuranya terletak pada niat dan dan tujuannya. 

Berbuat baik seperti mendoakan orang lain melalui salam tidak perlu memandang agama dan suku atau kelompok, perbuatan baik tidak mengenal batas tentang apa, siapa dna dimana. Islam yang baik itu yang mampu memberikan manfaat kepada siappun tanpa ameihat asal usulnya. Khusus tentabg mengucapkan salam, Rasulullah sudah memberikan contoh dalam hadisnya " Telah menceritakan kepada kami ['Amru bin Khalid] berkata, Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Yazid] dari [Abu Al Khair] dari [Abdullah bin 'Amru]; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam manakah yang paling baik?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal". 

Hadis ini jelas, bahwa salam boleh diucapkan kepada siapa saja baik kepada orang yang sudah kenal atau belum kenal. Salam boleh diucapkan kepada orang yang belum kenal, berarti juga belum mengerti agamanya, apakah seagama atau tidak seagama. Dalam hadis diatas juga dijelaskan bahwa justru  Islam yang baik ditandai dengan dua hal, memiliki sikap peduli kepada orang lain yang disimbolkan dengan memberi makan dan mengucapkan salam kepada siapun tanpa melihat asal usulnya. 

Rasululah SAW dalam salah satu riwayat hadisnya pernah mendokan kepada orang Yahudi yang memebri minum, "Diriwayatkan kepada kami di Kitab Ibnu Sunni, dari sahabat Anas bin Malik RA, suatu hari Rasulullah membutuhkan air minum. Kemudian seorang Yahudi datang membawakannya air minum. Rasulullah SAW (menerima dan) mendoakannya, 'Semoga Allah membaguskanmu.' Setelah itu tidak pernah terlihat uban pada rambut Yahudi tersebut sampai ia wafat.". 

Konsekuensi Bangsa Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline