Lihat ke Halaman Asli

M Saekan Muchith

Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Jangan Membenci Hanya karena Beda Agama

Diperbarui: 3 Januari 2020   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Islam membolehkan membenci siapapun asalnya dilakukan dengan alasan yang tepat dan obyektif. Tepat artinya kebencian dilakukan terhadap obyek yang sesuai atau layak untuk dibenci. Obyektif artinya kebencian dilakukan berdasarkan bukti bukti yang kuat dan benar tidak asal asalan alias subyektif.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kebencian itu layak dilakukan kepada segala hal yang buruk, merugikan orang lain, atau yang berdampak negatif bagi individu atau kelompok.

Membenci tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan asumsi dan dugaan negatif ( subyektif) karena hanya akan melahirkan fitnah dan dan kejahatan tersendiri.
Keburukan atau kejahatan tidak bisa dilihat dari aspek formal (simbol) semata. Sehingga  kebencian juga tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan formalitas (simbol) seperti agama, suku, warna kulit dan kelompok.

Agama apapun pasti tidak akan mengajarkan atau membolehkan membenci hanya berdasarkan perbedaan agama/ keyakinan, suku, warna kulit dan kelompok.
Allah berfirman "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". ( QS. Al Hujaraat : 13).

Berdasarkan firman Allah tersebut, hakekat manusia terletak pada kualitas sikap kepribadian (taqwa). Konsekuensinya manusia harus lebih mengedepankan kualitas kepribadian dari pada simbol fisik atau formalitas.

Perbedaan agama atau keyakinan, suku, warna kulit dan kelompok tidak bisa dijadikan dasar untuk membenci siapapun. Karena hal tersebut tidak menggambarkan kualitas sikap kepribadian dan perilaku. Artinya agama atau keyakinan, suku, ras dan kelompok memiliki peluang melahirkan kepribadian dan perilaku baik atau buruk.

Bisa saja seseorang membenci keyakinan/ agama, suku, ras dan kelompok yang berbeda karena mereka memiliki kepribadian dan perilaku yang buruk,  merugikan, mengganggu bahkan merusak. Tetapi bisa juga menjadikan kawan atau sahabat dengan yang berbeda agama, suku, ras dan kelompok karena mereka memiliki kepribadian dan perilaku yang baik dan bermanfaat. (M. Saekan Muchith (2019: 35), Karakteristik Pembelajaran PAI, Tasamuh, Jawa Tengah).

Bagaimana Dengan  Rasulullah?
Rasulullah pernah bersahabat dengan Kafir, Yahudi dan Nasroni karena memiliki sikap dan kepribadian baik antara lain;
Pertama, orang kafir bernama Mu'thim bin Adi selalu melindungi Rasul setelah Abu Thalib Wafat dari upaya pembunuhan dari Abu Jahal dan kawan kawannya.

Kedua, orang kafir bernama Abdullah bin Uraiqit  adalah setia menjadi penunjuk jalan Rasul saat hijrah ke madinah agar selamat dari ancaman orang orang kafir.

Ketiga, orang Yahudi bernama Mukharriq ikut berjuang untuk  membantu/ membela Rasul saat perang Uhud, sampai akhirnya meninggal. Rasul berkata " Ia Yahudi terbaik".

Keempat, Pendeta yang bernama Buhaira alias Jurjis yang memberi informasi kepada Abu Thalib bahwa Muhamad akan terancam keselamatan jiwanya jika perjalanya diteruskan sampai di kota Syam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline