Publik baru saja di kagetkan dengan 2 (dua) peristiwa yang dilakukan insan pendidikan. Pertama, Guru PAI SMA 87 Jakarta yang dilaporkan orang tua siswa karena dianggap melalukan indoktrinasi yang berujung kebencian kepada presiden Jokowi. Kedua, beredarnya video anak anak pramuka yang menggelorakan semangat "2019 Ganti Presiden " dengan simbol 2 ( dua) jari.
Seandainya yang melakukan tidak oknum Guru dan anak anak yang masih usia belia dan mengenakan seragam pramuka, kejadian seperti sesuatu hal yang lumrah, karena sekarang baru musimnya kampanye para calon peserta pemilu.
Undang Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur tempat yang tidak diperbolehkan sebagai tempat kampanye salah satunya lembaga pendidikan formal maupun non formal. Selain tempat yang dilarang dijadikan tempat kampanya, para Aparatur Sipil Negara ( ASN) Juga wajib netral dalam proses pemilihan umum. Dalam kampamye juga dilarang melibatkan anak anak kecil karena mereka belum cukup umur untuk memiliki hak pilih.
Dengan regulasi tersebut, maka sudah terang benderang apa yang dilakukan oknum Guru SMA 87 Jakarta dan video anak anak pramuka tidak bisa dibenarkan.
Asumsi Dasar
Kenapa lembaga pendidikan dilarang dijadikan tempat kampanye? Asumsinya sederhana. Karena lembaga pendidikan tujuan utamanya melakukan proses pendidikan yang ingin melahirkan manusia (lulusan) yang cerdas secara intelektual, cerdas kepribadian, cerdas sosial dan cerdas spiritual.
Kecerdasan seseorang bisa tumbuh berkembang secara optimal jika dilakukan secara sadar, terencana, netral tanpa ada kebencian terhadap salah satu obyek. Realitas kampanye pasti mengunggulkan satu kelompok dan menjelekkan atau bisa memjatuhkan lainya.
Adam Smith dan para pengikut aliran "Moralis Scottish" mengatakan suatu prestasi atau produk keberhasilan akan bisa bertahan lama dan banyak memberi manfaat jika dilakukan dengan cara netral tanpa ada rasa kebencian satu dengan lainya.
Fitrah Pendidikan
Fitrah pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi) yang ditandai dengan kecerdasan intelektual ( kognitif), kecerdasan sikap/ kepribadian (affektif), kecerdasan mekanik (psikomotorik), kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.
Agar semua potensi kecerdasan bisa tumbuh berkembang secara optimal maka pendidikan tidak boleh di kotori dengan pro kontra atau dukung mendukung pasangan calon.