Setiap negara demokrasi, rakyat pasti memiliki wakilnya yang duduk di lembaga legislatif. Tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) adalah menyerap aspirasi kemudian memperjuangkan agar rakyat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan.
Hubungan (korelasi) antara rakyat dengan wakil rakyat harus bersifat positif dalam artian semakin tinggi dan kompleks problem rakyat maka semakin tinggi semangat wakil rakyat untuk menyerap dan memperjuangkanya. Samuel P Huntington (1968) dalam " Political Order in Changing Society", jika aspirasi rakyat tinggi, sementara kemampuan wakil rakyat rendah akan mengarah pada distabilitas politik yang menjadi awal kekacauan demokrasi.
Bagi bangsa Indonesia, memiliki siklus 5 (lima) tahunan untuk memilih wakil rakyat melalui pemilihan umum (pemilu). Menurut logika demokrasi, pemilu bisa kita jadikan sarana untuk memberi hadiah (penghargaan) sekaligus untuk memberi sanksi (hukuman) kepada wakil rakyat. Artinya jika kinerjanya bagus bisa dipilih lagi, kalau kinerjanya buruk jangan dipilih lagi.
Sampai disini bisa kita katakan, rakyat harus memiliki kemampuan untuk menilai kinerja wakil rakyat dalam kurun waktu 5 ( lima) tahun kebelakang. Setidaknya ada 5 (lima) pendekatan untuk mengetahui seperti apa kualitas kinerja wakil rakyat;
Pertama, Pendekatan behavioral. Mengetahui kinerja wakil rakyat dilihat dari sikap, perilaku dan juga perangainya dalam kehidupan sehari hari. Bagaimana mereka bertuturkata, cara berkomunikasi dengan orang lain, seperti apa perhatian atau kepedulian kepada orang lain. Sering berbohong apa tidak, sering mengatakan ujaran kebencian atau tidak, suka menyebar kabar hoaxs apa tidak.
Kedua, Pendekatan history (sejarah). Baik buruk seseorang bisa ditelusuri dari rekam jejak di masa lalu dalam kurun waktu tertentu. Apakah di masa lalu pernah melakukan pelanggran etika dan norma agama dan negara atau tidak. Di masa silamnya apakah mereka pernah terjerat kasus etika, asusila atau pidana tertentu. Ini semua menjadi dasar untuk menilai kualitas wakil rakyat.
Ketiga, Pendekatan institusional( kelembagaan). Menilai kinerja wakil rakyat dilihat dari realitas kinerja tempat lembaga bekerja yaitu DPR, DPRD propinsi dan DPRD kabupaten/ kota. Sejauh mana lembaga lembaga tersebut mampu menjalankan tugas dan kewenangannya secara maksimal. Apakah tupoksi yang diatur di dalam undang undang MD3 benar benar bisa di laksanakan atau tidak.
Keempat, Pendekatan struktural (fungsional). Kinerja wakil rakyat bisa dilihat dari sejauh mana organ atau struktur yang dimiliki buat oleh DPR, DPRD seperti wakil ketua, komisi, badan anggaran dan alat kelengkapan lainya bisa menjalankan tugasnya secara optimal?
Kelima, Pendekatan komparatif (perbandingan). Kualitas kinerja wakil rakyat bisa dilihat dari hasil perbandingan antara kinerja wakil rakyat satu dengan lainya, juga bisa dilihat dari perbandingan dengan kinerja sebelumnya. Jika lebih baik dari periode sebelumnya maka mereka pantas dikatakan berkualitas. Jika lebih buruk atau sama dari sebelumnya maka mereka masuk kategori tidak berkualitas. Islam menggariskan, hari ini lebih baik dari kemarin, celaka. Hari ini sama dengan kemarin, rugi. Hari esok lebih baik dari hari ini, beruntung.
Kita bisa memberi penilaian calon calon wakil rakyat kita dangan menggunakan parameter atau pedekatan yang telah saya sebutkan di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H