Lihat ke Halaman Asli

M Saekan Muchith

Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Filosofi Uang dalam Kehidupan Manusia

Diperbarui: 6 Juni 2018   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews.com

Uang selalu menjadi incaran setiap orang. Dari anak kecil sampai dewasa dan tua selalu berharap uang. Ingin memiliki apapun selalu menggunakan alat tiukar yang namanya uang. Konflik perseteruan dan peparangan juga gara gara uang. Rebutan kekuasaan, saling fitnah juga lagi lagi ingin memeproleh uang. Ketangkap KPK juga gara melakukan pelanggaran tentang uang. Pokoknya uang segala galanya dalam kehidupan manusia. Selama nyawa amsih dikandung badan tidak akan bisa lepas dari yang namanya u.

Semua uang kertas maupun logam dicetak atau diadakan oleh bank Indonesia (BI) sebagai satu satunya lembaga yang sah untuk menggandakan dan mengedarkan uang di Indonesia. Semua uang pecahan kertas diproduksi oleh BI dibuat dengan standar proses dan kertas yang sama dan diedarkan dengan strategi atau metode yang sama pula. BI tidak pernah membedakan proses pencetakand an pengedaran uang pecahan berapapun. Artinya dari pusatnya semua jenis uang adalah dilakukan dengan standar yang sama.

Pada saat di cetak semua pecahan uang adalah sama, tetapi sistem peredana di lakukan melalui berbagai bank yang ada kemudian sampailah ke tangan masyarakat Indonesai dan dunia. Dalam waktu beberapa waktu, mungkin 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan atau 1 tahun, berbaagi jenis uang pecahan mereka bertemu dalam satu tempat yang namanya dompet milik warga masyarakat. Pada saat sampai di dalam dompet masyarakat, uang pecahan kertas dibelanjakan atau dipergunakan untuk keperluan sehari hari.

Asal dan proses boleh sama, tetapi setelah dalam waktu sekitar 1 tahun, kondisi uang bentuk dan nasibnya berbeda beda. Uang kertas pecahan Rp. 50.000 (lima puluh Ribu Rupiah)  dan Rp. 100.000 (Seratus Ribu Rupiah ) masih dalama keadaan utuh, rapi dan menarik untuk dipegang. Sedangkan uang kertas pecahan Rp. 1000 (seribu rupiah), Rp. 2000 (dua Ribu Rupiah) dan Rp. 5000 (lima Ribu Rupiah) nasibnya tidak terawat, lusuh, kotor bahkan baunya tidak sedap sehingga tidak manarik untuk dipegang atau dimiliki. 

Orang yang memegang atau menyimpan juga jauh berbeda antara pecahan uang kertas Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 dibanding dengan uang pecahan kertas Rp. 1000,  Rp. 2000 dan Rp. 5000.  

Uang kertas Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 dipegang oleh orang orang yang berpakaian bersih, rapi dan selalu memakai parfum sehingga tecium bau wangi, sepeeti para elit, artis dan penguasha muda. Sedangkan uang kertas pecahan Rp. 1000, Rp. 2000, Rp 5000 berada ditangan para pengemis, anak jalanan dan dimasukkan kedalam kantong plastik yang kusut dan lusuh. Nasib benar uang kertas pecahan Rp. 1000, Rp. 2000 dan Rp. 5000.

Seandainya uang kertas bisa berbicara, meraka melakuakn dialog interakstif antara uang kertas Rp. 50.000, Rp. 100.000 dengan uang kertas Rp. 1000, Rp. 2000 dan Rp. 5000.   

Uang kertas Rp. 100.000 berkata kepada uang kertas Rp. 1000 dan Rp. 2000 Wahai uang kertas Rp. 1000 dan Rp. 2000 badanmu lusuh, kusut, kotor dan kamu juga disimpan oara pengemis dan anak jalanan. Ini lho aku yang selalu disimpan para artis, wanita cantik, penguasah muda yang berpakaian rapi dan harum baunya. Saya sering dibawa keluar masuk ke restoran, hotel, dan vila vila mewah di tengah kota dan manca negara.

Atas celotehan uang kertas Rp. 100.000, tersebut, maka uang kertas Rp. 1000 dan Rp. 2000 tidak kalah berdiplomasi. Uang kertas peahan Rp. 1000, Rp. 2000  dan Rp. 5000  berkata kepada uang Rp. 50.000 dan Rp. 100.000, "Iya benar, nasibmu enak sekali, kamu keluar masuk restioran, hotal dan vila megah. Kamu dilihat dari aspek jumlah atau nominalnya. Kalau aku memang tidak pernah keluar masuk restoran, hotel dan vila mewah, tetapi aku masuknya ke kotak amal masjid, kota infaq yang ada di warung warng PKL, di dalam kotak shodaqah bulan ramadhan, di panti asuhan yatim piatu, di komunitas fakir miskin. Aku lebih banyak dilihat dari aspek manfaat di akherat ketimbang dilihat dari aspek nominal atau nilai di dunia."

Secara nominal saya memang sangat kecil, bahkan tidak ada harganya, tetapi jika dilihat dari aspek kemanfaatannya untuk menyelematkan kehidupan akherat InsyaAllah saya besar. Karena justru yang sering masuk ke lokasi lokasi bermanfaat untuk akherat adalah uang seperti saya. Kalau kamu uang pecahan Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 tidak pernah masuk ke lokasi yang banyak memberikan manfaat di akhirat.

Kamu uang pecahan Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 paling banyak dipergunakan untuk siap pilkada, suang meloloskan kasus hukum, sehingga nasibmu akan lebih banyak susah dari pada nikmatnya besok di akherat nanti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline