Lihat ke Halaman Asli

M Saekan Muchith

Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemahaman Jihad yang Salah Kaprah

Diperbarui: 24 Mei 2018   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jihad selalu dipahami "perang suci" (holy war) yang dilakukan dengan cara menggunakan senjata tajam, senjata api serta bom bunuh diri. Oleh sebab itu jihad identik dengan kekerasan, kriminalitas, teroris, tidak berperikemanusiaan, melanggar HAM dan demokrasi.

Jihad yang seperti ini mengandung makna negatif, menakutkan bagi orang lain, dibenci banyak orang bahkan menjadi musuh bersama umat beragama dan negara.

 Meskipun jihad bermakna negatif, menurut sebagian kelompok tetap dipahami tindakan suci yang harus selalu dikobarkan untuk memberantas kemaksiatan. Kelompok ini meyakini, jihad dengan cara seperti didasarkan firman Allah:

" Perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah melampaui batas, karena sesunggnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" "Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah " (QS Al Baqarah:190 dan 193). 

Dalam surat lainnya  dijelaskan " Orang-orang yang beriman berperang dijalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang dijalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaetan itu" (QS. An Nisa': 76).

 Bagi kelompok masyarakat yang memahami ayat diatas secara tekstual, layak dikatakan melakukan "Jihad anarkhis", karena akan  melahirkan perilaku atau gerakan "radikal", "ekstrem", "militan", " non toleran" bahkan bisa disebut "anti barat". "Jihad anarkhis" ini akan melahirkan tipologi gerakan yang cenderung melakukan aksi-aksi jika dilihat dari ukuran "normal" termasuk kategori sangat kasar dan tidak rasional.

Misalnya menghancurkan segala hal yang dianggap (menurut keyakinannya) tidak sesuai dengan ajaran Islam. Beberapa tempat hiburan, didatangi dan dirusak karena dianggap pusat kemaksiatan. Bertindak kasar kepada para penjual makanan yang jualan siang hari selama bulan suci ramadhan. 

Menghancurkan dengan cara bom bunuh diri terhadap beberapa gereka, kantor polisi, hotel atau restoran yang dianggap milik orang Amerika/non muslim, meskipun didalamnya juga banyak orang Islam.

"Jihad anarkhis" seperti ini jelas tidak akan efektif untuk memperjuangkan Islam, karena tidak sesuai dengan dinamika dan tuntutan kehidupan masyarakat dalam tataran lokal, regional dan global. Tuntutan dan budaya masyarakat sudah berubah secara drastis jika dibanding dengan masa kehidupan zaman dahulu (zaman ketika Rasulullah masih hidup).

Di zaman sekarang dituntut mewujudkan sistem demokrasi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), oleh sebab itu perjuangan terhadap Islam (jihad) juga harus memperhatikan demokratisasi dan HAM. Konsekuensinya harus ada pergeseran jihad dari "jihad anarkhis" menuju "jihad humanis", yaitu suatu cara berjuang menegakkan agama Allah yang dilakukan dengan cara santun, damai, tanpa kekerasan, penuh toleransi  dan selalu menjung tinggi HAM.

Dimensi Sosial dalam Jihad  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline