Pandemi covid 19 yang tak kunjung usai, membuat sebagian orang terkena imbas negatif dari covid 19. Bukan hanya dalam sektor pendidikan, melainkan juga pada sektor perekonomian. Banyak orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), pemotongan gaji, penurunan pendapatan, dan ada pula yang sampai gulung tikar. Hal ini jelas memakan kerugian yang cukup besar bagi sebagian pekerja atau pengusaha, terutama UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Indonesia.
Semua orang mencoba untuk mengembalikan roda perekoniomiannya, meskipun masih dikelilingi rasa takut akan terjangkit penyakit covid 19 ini. Salah satunya adalah penjual telo jendal (sebutan singkong oleh masyarakat Jogja) atau yang lebih dikenal dengan pohong yang mencoba bangkit di masa pandemi ini. Penjual tersebut bernama Wasti (43), seorang perantau dari kota Palembang, Sumatera Selatan.
Berjualan di depan Indomaret Sorowajan dengan menggunakan gerobak yang hanya berukuran 120x60 cm dengan tinggi 180 cm terlihat cukup ramai oleh pembeli. Buka dari jam 15:00 -- 21:00 WIB. Usaha mikro yang dinamai "Telo Jass Jozz" aslinya sudah berdiri sejak 2 tahun yang lalu, tetapi sempat mengalami penutupan kedai selama satu tahun pada tahun 2020. Hal tersebut membuat sang pemilik merasa terpuruk, baru buka beberapa bulan sudah tertimpa musibah baru.
Wasti mengaku pendapatannya selama pandemi ini cukup menurun dibanding dengan penjualan sebelum covid menyerang. Selama tokonya tutup, Wasti hanya melakukan aktifitas di rumah saja, dengan mengandalkan uang tabungannya. "Ya mau gimana lagi ya mas, saya sebagai warga Indonesia harus menaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah ee mas, disuruh tutup ya tutup. Aslinya saya agak berat hati jika tidak berjualan, apalagi saya hitung ini sampai satu tahun saya tidak berjualan, dengan terpaksa saya memecah celengan saya buat memenuhi kebutuhan saya dengan anak saya selama setahun. Tapi jika saya tak patuh, takutnya keluarga saya terkena covid" tutur Wasti.
Mulanya Wasti bisa maraut penghasilan hingga Rp. 250.000,00 per harinya, tapi kini hanya mampu meraut Rp. 100.000,00 per harinya. "bagi saya itu sudah lumayalan lah mas, dilihat dari penjual singkong goreng, segitu sudah terhitung banyak, disyukuri aja, walaupun pada aslinya belum bisa mencukupi kebutuhan", katanya sambil tersenyum ikhlas.
Di balik berdirinya Telo jass jozz ini, menyimpan sebuah kisah sedih, yang mana dari kejadian tersebut membuat Wasti membangun niat untuk memulai usahanya berjualan singkong goreng. Sambil duduk manis Wasti mulai bercerita, "dulunya saya hidup dengan serba kecupukan mas, minta ini bisa dikabulin, minta itu bisa terlaksana. Soalnya suami saya itu memang orang yang hebat, kerja di pertamina, masalah uang tak perlu khawatir lah intinya. Tetapi, Tuhan begitu cepat membalikkan kehidupan saya. Suami saya meninggal, dan waktu demi waktu uang mulai habis guna mencukupi kebutuhan sekolah dan kebutuhan pokok. Saya akhirnya memutuskan pindah ke Jogja, karena saya pikir Jogja memang tempatnya para wisatawan dan turis untuk berlibur ", jelasnya sambil mengusap air matanya yang mengalir sampai ke pipi. Wasti berpikir tak boleh berdiam diri di rumah saja, menunggu kejatuhan uang dari langit. Memikirkan juga tentang tanggungan biaya sekolah untuk kedua anaknya, yang mana semakin dewasa semakin mahal biayanya dan juga banyak kebutuhannya.
Wasti pergi ke Jogja hanya dengan modal nekat, hanya berbekal skill mengolah telo jendal yang baru dikuasai dalam waktu yang singkat. Tepat pada tahun 2018 akhir, usaha Telo jass jozz mulai didirikan. Walaupun ini hanya jajanan biasa, namun kalau soal cita rasa no comment, gurih dan asinnya pas ketika menyentuh lidah.
Wasti mulai mengembangkan soal varian rasanya, mulai dari rasa original, balado, barbeque, keju, jagung manis, dan pedas. "Ini untuk menyamakan lidah anak muda jaman sekarang mas, biar konsumen saya bukan hanya orang-orang sepuh, tapi juga anak-anak milenial", jelas ibu dengan senyuman lebar. Untuk masalah harga masih bisa dijangkau oleh kantong mahasiswa, untuk ukuran kotak yang kecil dibandrol dengan harga Rp. 8.000,00, kalau yang besar dibandrol dengan harga Rp. 10.000,00.
"Berhubung kedai saya sudah kembali buka sejak bulan Januari kemarin, saya ingin membuat strategi supaya Telo Jass Jozz ini bisa berkembang untuk kedepanya", ujarnya sambil ketawa bahagia. Wasti berencara mulai dari mendaftarkan usahanya ke go food, grab food, shopee food, dan aplikasi yang sekiranya bisa membantu perekonomiannya. Dan untuk kedepannya Wasti akan mencoba membuat menu baru dari olahan Telo Jendal, mungkin itu cemplon (jajanan tradisional yang bahan dasarnya singkong, dengan gula merah di dalamnya), combro (jajanan dari bahan dasar singkong, dengan isian oncom dibumbui cabe), rondo royale, kripik singkong, dan sebagainya. Dengan penambahan menu tersebut, Wasti mengaku membutuhkan alat tambahan, lebih-lebih yang bisa multifungsi guna mempercepat kerjaan.
Seorang wasti tak pernah mengenal kata putus asa, apapun yang dia anggap masih bisa dikerjakan akan dijalani. Entah itu hanya sebatas penjual singkong goreng atau apapun itu. "Gini ya mas, jadi orang itu yang penting usaha dulu, jangan kebanyakan ngeluh. Semua musibah ini pasti ada hikmah, tapi masih tersembunyi. Masalah sukses itu sudah si luar kekuasaan manusia, biar Tuhan yang mengatur. Jangan tiba-tiba langsung ingin kaya, semua butuh proses mas", kata Wasti. Pada intinya kita sebagai orang jangan kebanyakan sambat, anggap saja hal-hal yang kecil seperti jualan singkong goreng sebagai pembelajaran hidup, hitung-hitung menambah pengalaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H